-sudahkah kau basuh wajahmu?-
malam kian dingin,
dan gelap kian merangkul kesunyian,
mungkin saja angin sedang marah pada daun-daun,
yang memilih diam meniru bebatuan.
perang tlah usai,
api tlah tercabik hujan,
dan bulan tetap berlari menghindar.
“di mana kuntum bunga yang kujaga dengan pedangku?”
kau bertanya pada kunang-kunang yang menghilangkan cahayanya,
hingga dia mendesis marah dan pergi.
namun sang tanah tetaplah bumi yang baik hati,
yang meniupkan tunas dari rahimnya,
hingga kau kembali berpijak di rerumputan,
dan menjemput matahari yang tersipu.
musim semi terlahir dari buah-buahan yang bermain riang di taman.
-dan, sudahkah kau membasuh wajahmu?
karena perang tlah usai,
api tlah tercabik hujan,
dan kau masih terjerat pada tali yang digantungkan di jempol bintang;
tidak terbang, berpijak pun tak mungkin.
malam kian dingin,
dan gelap kian merangkul kesunyian,
mungkin saja angin sedang marah pada daun-daun,
yang memilih diam meniru bebatuan.
perang tlah usai,
api tlah tercabik hujan,
dan bulan tetap berlari menghindar.
“di mana kuntum bunga yang kujaga dengan pedangku?”
kau bertanya pada kunang-kunang yang menghilangkan cahayanya,
hingga dia mendesis marah dan pergi.
namun sang tanah tetaplah bumi yang baik hati,
yang meniupkan tunas dari rahimnya,
hingga kau kembali berpijak di rerumputan,
dan menjemput matahari yang tersipu.
musim semi terlahir dari buah-buahan yang bermain riang di taman.
karena perang tlah usai,
api tlah tercabik hujan,
dan kau masih terjerat pada tali yang digantungkan di jempol bintang;
tidak terbang, berpijak pun tak mungkin.
0 komentar:
Posting Komentar