BAB I
LATAR BELAKANG MASALAH
Allah SWT telah memberikan segala macam bentuk nikmat, di antaranya
nikmat jasmani dan nikmat rohani. Jika ditinjau dari segi jasmani, kita
diperintahkan oleh Allah untuk makan dan minum dari hal yang baik-baik
serta diperintahkan untuk menjauhkan dari hal yang kurang baik. Untuk
menjaga kesehatan jasmani, kita harus menjauhkan diri dari segala
makanan dan minuman yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh di
antaranya Khamar (putau, ganja, miras, narkoba dan yang semacamnya) yang
mana barang-barang tersebut sudah tidak asing lagi untuk zaman modern
seperti sekarang ini. Meminum minuman keras atau sesuatu yang dapat
menutup akal dalam pandangan agama Islam adalah haram, karena dampak
yang akan diperoleh bagi si peminum akan sangat besar dan sangat
beresiko bagi dirinya (menghilangkan akal). Betapa tidak, karena akal
sangat penting dan berguna bagi manusia. Walaupun di dalam khamar
tersebut terdapat beberapa manfaat bagi manusia yang darinya dapat
diperoleh suatu keuntungan materil akan tetapi mudharatnya sangat besar.
Oleh karena itu, penulis sangat menghimbau kepada para pemuda
muslimin agar menjauhkan hal-hal yang dapat membawa kepada mafsadah.
Karena maju dan mundurnya masa depan umat ada pada genggaman tangan kita
semua. ‘ Inna Fi Yadi Al-Syubban Amr Al-Ummah Wa Fi Iqdamiha Hayataha ‘
Ada beberapa syubhat (kerancuan) bagi sebagian kaum muslimin tentang
permasalahan khamr. Ada yang mengatakan bahwa tidak ada larangan yang
tegas dan khusus terhadap khamr di dalam Al Qur`an. Sebab di dalam Al
Qur`an tidak terdapat kata-kata larangan seperti “hurrimat `alaykumul
khamr” (diharamkan atas kalian khamr) dan sebagainya, sebagaimana ketika
Allah melarang kita memakan bangkai, Allah mengatakan “Hurrimat
`alaykumul mayyita“ (diharamkan atas kalian mayyit). Yang ada dalam
masalah ini hanyalah kata-kata “fajtanibuuh” (jauhilah). Oleh sebab itu
mereka mengatakan bahwa hal ini menunjukkan khamr itu hukumnya tidak
haram tapi makaruh saja, karena Allah hanya memerintahkan kita untuk
menjauhinya. Syubhat yang lain ialah digantinya khamr dengan nama-nama
yang lain sehigga khamr tersebut menjadi samar bagi sebagian kaum
muslimin, serta berbagai syubhat yang lainnya yang menimbulkan kerancuan
tentang hukum khamr ini. Maka di dalam pembahasan ini akan dikupas
secara singkat tentang permasalahan ini, agar berbagai kerancuan
tersebut dapat dihilangkan di dalam pikiran kaum muslimin
BAB II
PEMBAHASAN
A.Proses Di Haramkannya Khamar.
A.Nash-Nash yang Khusus Mengenai Khamr
1.Ayat pertama An-Nahl [16:67]
وَمِنْ ثَمَرَاتِ النَّخِيْلِ وَالأَعْنٰبِ تَتَّخِذُوْنَ مِنْهُ
سَكَرًاوَرِزْقًاحَسَنًا, إِنَّ فِى ذٰلِكَ َلاٰيٰةً لِّّقَوْمٍ
يَعْـقِلُـوْنَ. (النّحل 6 :67)
Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan
dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl Ayat 67)
Kurma dan anggur adalah komoditas ekonomi jazirah arab, sejak dahulu
kala. Komoditi tersebut selain diperdagangkan secara natural (alami)
juga diolah menjadi minuman yang memabukkan. Seperti halnya buah aren
bisa diolah menjadi tuak yang memabukkan.
Disini Allah menyatakan secara tersirat bahwa dari kedua buah
tersebut dapat diolah menjadi rezeki yang baik (perdagangan alami) dan
hal yang tidak baik (minuman yang memabukkan).
2.Ayat kedua Al-Baqarah [2:219]
‘Umar bin Khattab beserta para sahabat yang lain bertanya kepada
Rasulullah SAW perihal minuman yang memabukkan dan menghilangkan akal.
Sahabat-sahabat tersebut memang sudah biasa minum khamar. Dua orang
sahabat Rasulullah SAW yang semasa masih jahiliyah tidak pernah minum
khamar adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Utsman bin Affan.
Sehubungan dengan pertanyaan ttg khamar tersebut maka turunlah ayat yang berbunyi :
يـَسْئَلُوْ نَكَ ٰعَنِ الْخَمْرِوَالْمَيْسِرِقلى قُلْْ
فِيْهِمَآإِثْمٌ كَبِيْرٌوَمَنٰفِعُ لِلنَّاسِصلى وَإِثْْمُهُمَآ
أَكْبَرُمِنْ نَّفْعِهِمَا قلىوَيَسْئَلُوْنَكَ مَاذَايُنْفِقُوْنَ قلى
قُلِ الْعَفْوَ قلى كَذٰ لِكَ يُبَيّـِنُ الله ُ لَكُمُا ْلأٰ يٰتِ
لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَ لا(البقرة,2: 219)
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:
“Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka
bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih
dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu
supaya kamu berpikir, (QS. Al-Baqarah ayat 219)
Dalam masyarakat kita saat ini, bahkan bagi orang barat sekali pun
kalau ditanya secara jujur tentang manfaat dari miras dan judi, kita
akan mendapatkan jawaban bahwa bagaimana pun pada keduanya menimbulkan
problem-problem sosial yang bersifat negatif bahkan destruktif. Karena
itu berbagai aturan dan undang-undang pemerintah di manapun, ada
pengaturan ttg kedua hal itu, meskipun dasar yang digunakan bukan dari
Al-Quran..
Maka pertanyaan beberapa sahabat tsb juga menunjukkan munculnya
kesadaran sosial bahwa didalam perkara miras dan judi ternyata
menghasilkan hal-hal yang tidak baik dalam masyarakat.
3.Ayat ketiga, An-Nisa [4:43]
Setelah ayat kedua tentang khamar dan judi turun, pada suatu saat
Abdurrahman bin Auf mengundang teman-temannya untuk minum khamar sampai
mabuk. Ketika waktu shalat tiba, salah seorang yang menjadi imam membaca
surat al-Kafirun secara keliru disebabkan pengaruh khamar. Maka
turunlah ayat ketiga yaitu An-Nisa [4:43]
يٰأَ َيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْالاَتَقْرَبُوْاالصَّلـٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْامَاتَقُوْلُوْنَ …. (النسأ 4: 43)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu
dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan,
…..(QS. An-Nisa Ayat 43)
Ayat ini belum mengharamkan minuman keras dan judi secara mutlak, maka sebagian umat islam pada waktu itu masih meminumnya
.
Selain berkaitan dengan mabuk, ayat ini berlaku umum bahwa orang yang
mengerjakan shalat harus memahami/mengerti makna bacaan shalatnya
karena ada kaimat “sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan”).
Kalimat ini menjadi penyebab keumuman ayat itu, karena kita pahami
bahwa bagi orang Arab dalam keadaan tidak mabuk tentu mereka mengerti
apa yang diucapkan dalam shalat. Berbeda halnya bagi orang non-Arab
dimana bahasa Arab bukan bahasa sehari-hari.
Oleh sebab itu maka mengerti bahasa arab, minimal dalam bacaan
sholat, menjadi kewajiban bagi orang non-arab. Demikian ini agar tidak
terkena makna daripada QS An-Nisa’ [4:43] tersebut di atas karena objek
sasaran ayat tersebut adalah bagaimana mengerti apa yang diucapkan dalam
sholat, bukan pada mabuknya. Sedangkan mabuk adalah salah satu penyebab
dari tidak memahami apa yang diucapkan dalam shalat.
4.Ayat keempat, Al-Maidah [5:90-92]
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْآ إِنّـَمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ
وَاْلأَنْصَابُ وَاْلأَزْلـٰمُ رِجْسٌ ّمِنْ عَمَلِ الشَّـيْطٰنِ
فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ (90) إِنَّمَا
يُرِيْدُالشَّيْطـٰنُ أَنْ يُوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدٰوَةَ وَالْبَغْضَآءَ
فِى الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَعَنِ
الصَّلوٰةِ فَهَلْ أَنْتُمْ ّمُنْتَهُوْنَ (91) وَأَطِيْعُوااللهَ
وَأَطِيْعُواالرَّسُوْلَ وَاحْذَرُوْا، فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوْآ
اَنَّمَا عَلىٰ رَسُوْلِنَا الْبَلـٰغُ الْمُبِيْنُ
(92)
5:90. Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
5:91. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan
dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu,
dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka
berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).
5:92. Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul
(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa
sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah)
dengan terang
Dengan turunnya ayat ini maka hukum meminum khamar dan judi telah
secara tegas dan jelas dinyatakan sebagai perbuatan yang haram. Sebagai
salah satu dari dosa besar (Al-Baqarah [2:219]).
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا ۗ وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّـهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari
keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya
kamu berfikir,
Allah menyuruh menjauhi 4 perbuatan keji yang termasuk perbuatan syetan yaitu :
- Minum khamar
- Berjudi
- Berkorban untuk berhala/thagut/sesuatu yang bukan karena Allah
- Mengundi nasib, dengan panah atau yang lainnya termasuk mengundi nasib kepada tukang ramal.
Sedang khamar dan berjudi, Allah SWT nyatakan sebagai perbuatan setan yang akan :
Menimbulkan permusuhan
Menimbulkan kebencian satu sama lain
Menghalangi dari mengingat Allah
Menghalangi dari sembahyang
Maka Allah SWT menegaskan
فَهَلْ أَنْتُمْ مّـُنْتَهُوْنَ berhenti,
stop, jangan diulangi lagi. Taatlah kepada Allah dan Rasul serta
berhati-hatilah kalian. Kalau masih nekad, merasa berat meninggalkannya
maka kewajiban Rasulullah SAW hanyalah menyampaikan amanat Allah SWT.
Selanjutnya Rasulullah bersabda :
مَنْ شَرِبَ الْخَمْرَ لَمْ يَرْضَ اللهُ عَنْهُ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً،
فَإِنْ مَاتَ مَاتَ كَافِرًا وَإِنْ تَابَ تَابَ اللهُ عَلَيْهِ، وَإِنْ
عَادَ كَانَ حَقّـَا عَلَى اللهِ أَنْ يَّسْقِيـَهُ مِنْ طِيْنَةِ
الْخَبَالِ قَلَتْ : يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَا طِيْنَةُ الْخَبَالِ؟ قَالَ :
صَدِيْدُ أَهْلِ النَّارِ (رواه أحمد)
Artinya : “Siapa saja yang minur khamar, maka Allah tidak akan
ridho kepadanya selama empat puluh malam. Bila ia mati saat itu, maka
matinya dalam keadaan kafir. Dan bila ia bertobat, maka Allah akan
menerima tobatnya.Kemudian jika ia mengulang kembali (meminum khamar),
maka Allah memberinya minuman dari “thinatil khabail” ,(Asma bertanya,
“Ya Rasulullah, apakah thinatil khabali itu?. (Rasulullah) menjawab,
“Darah bercampur nanah ahli neraka. (HR Ahmad)
B.Pengertian Asy-Syurbu (meminum)
Pengertian Syurb Khamr
Minum khamr (Syurb khamr) diambil dari kata
(بش ), yang artinya
minum. Dan kata minum / khamr
(رومخا), yang artinya arak atau minuman
keras. Sedang minum khamr (syurb khamr) menurut istilah adalah
memasukkan minuman yang memabukkan ke mulut lalu ditelan masuk ke perut
melalui kerongkongan, meskipun bercampur dengan makanan lain yang halal.
Sedang orang yang meminum arak dinamakan
(شاربي الخمور), yang artinya
peminum.
Khamr berasal dari kata yang berarti menutupi. Di sebut sebagai
khamr, karena sifatnya bisa menutupi akal Sedangkan menurut pengertian
urfi pada masa itu, khamr adalah apa yang bisa menutupi akal yang
terbuat dari perasan anggur. Sedangkan
dalam pengertian syara’, khamr tidak terbatas pada perasan anggur saja,
tetapi semua minuman yang memabukkan dan tidak terbatas dari perasan
anggur saja. Pengertian ini diambil berdasarkan beberapa hadits Nabi
SAW. Diantaranya adalah hadits dari Nu’man bin Basyir bahwa Rasulullah
SAW bersabda:
Sesungguhnya dari biji gandum itu terbuat khamr, dari jewawut itu
terbuat khamr, dari kismis terbuat khamr, dari kurma terbuat khamr, dan
dari madu terbuat khamr (HR Jama’ah, kecuali An Nasa’i). Dalam riwayat
Ahmad ada tambahan Dan saya melarang dari setiap yang memabukkan.
Dari Jabir, bahwa ada seorang dari negeri Yaman yang bertanya kepada
Rasulullah SAW tentang sejenis minuman yang biasa diminum orang-orang di
Yaman. Minuman tersebut terbuat dari jagung yang dinamakan mizr.
Rasulullah bertanya kepadanya, “apakah minuman itu memabukkan? “Ya”
jawabnya. Kemudian Rasulullah menjawab :
Setiap yang memabukkan itu adalah haram. Allah berjanji kepada
orang-orang yang meminum minuman memabukkan, bahwa dia akan memberi
mereka minuman dari thinah al khabal. Mereka bertanya, apakah thinah
khabal itu? Jawab Rasulullah,”Keringat ahli neraka atau perasan tubuh
ahli neraka”
(HR Muslim, An Nasa’i, dan Ahmad).
Imam Bukhari, Muslim, dan Ahmad meriwayatkan dari Abu Musa bahwa ia
berkata,”Saya mengusulkan kepada Rasulullah SAW agar beliau memberikan
fatwanya tentang dua jenis minuman yang dibuat di Yaman, yaitu al bit’i
dan al murir. Yang pertama terbuat dari madu yang kemudian dibuat
minuman hingga keras (bisa memabukkan). Yang kedua terbuat dari
bijii-bijian dan gandum dibuat minuman hingga keras. Wahyu yang turun
kepada Rasulullah SAW telah lengkap dan sempurna, kemudian Rasulullah
SAW bersabda:
Setiap yang memabukkan itu haram (HR Imam Bukhari, Muslim, dan Ahmad)
Dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW juga bersabda:
Setiap yang memabukkan itu khamr, dan setiap khamr itu haram (HR Muslim dan Daruquthni).
Hadits-hadits itu menunjukkan bahwa khamr itu tidak terbatas terbuat dari perasan anggur saja, sebagaimana makna urfi tetapi
mencakup semua yang bisa menutupi akal dan memabukkannya. Setiap
minuman yang memabukkan dan menutupi akal layak disebut khamr, baik
terbuat dari anggur, gandum, jagung, kurma, maupun lainnya. Berarti itu
merupakan pengertian syar’i tentang khamr yang disampaikan dalam
hadits-haditsnya (Nidhamul Uqubaat oleh Abdurrahman Al Maliki hal 50).Dalam keadaan demikian, yakni adanya makna syar’i -makna baru yang
dipindahkan dari makna aslinya oleh syara’ – yang berbeda dengan makna
lughawi dan makna urfi, maka makna syar’i tersebut harus didahulukan
daripada makna lughawi dan makna urfi.
Jika khamr diharamkan karena zatnya, sementara pada hadits di atas
dinyatakan bahwa berarti itu menunjukkan kepada kita bahwa sifat yang
melekat pada zat khamr adalah memabukkan. Karena sifat utama khamr itu
memabukkan, maka untuk mengetahui keberadaan zat khamr itu atau untuk
mengenali zatnya adalah dengan meneliti zat-zat apa saja yang memiliki
sifat memabukkan.
Kini, setelah dilakukan tahqiiq al manath (penelitian terhadap
fakta), oleh para kimiawan, dapat diperoleh kesimpulan bahwa zat yang
memilki sifat memabukkan adalah etil alkohol atau etanol. Zat inilah
yang memiliki khasiat memabukkan. Walaupun gugus alkohol itu tidak hanya
etanol, masyarakat secara umum menyebutnya dengan nama alkohol saja.
Zat inilah yang menjadi penyebab sebuah minuman bisa memabukkan. Dengan
melalui proses fermentasi, benda-benda yang mengandung karbohidrat
-seperti kurma, anggur, singkong, beras, jabung, dsb– bisa diproses
menjadi minuman memabukkan. Apabila diteliti, setelah dilakukan proses
fermentasi pada benda-benda tersebut adalah munculnya etil alkohol yang
sebelumnya tidak ada.
Karena sifatnya yang memabukkan itulah maka apabila dicampurkan atau
bercampur dengan air atau minuman bisa menyebabkan mabuk bagi setiap
orang yang meminumnya. Tinggi-rendahnya kadar alkohol di dalam minuman
tersebut sangat menentukan ‘keras-tidaknya’ sebuah minuman.
Sebenarnya, airnya sendiri tidaklah memiliki khasiat untuk
memabukkan. Sebagai buktinya, apabila air itu dipisahkan dari ‘alkohol’,
maka air tidak akan bisa membuat mabuk bagi peminumnya, dan tentu saja
tidak bisa disebut sebagai khamr. Maka, kalau ada suatu minuman yang
didalamnya ada zat alkohol, kemudian zat alkoholnya secara pasti sudah
hilang, maka minuman itu menjadi halal. Karena memang yang diharamkan
adalah zat khamrnya.
Berubahnya minuman keras menjadi cuka menjadi contoh dalam kasus ini.
Para fuqaha sepakat apabila ada khamr yang berubah secara alamiah
(tidak karena ada rekayasa manusia) hukumnya halal untuk memakan atau
meminumnya. Sedangkan apabila perubahan itu direkayasa para ulama berbeda pendapat.
Jika khamr itu adalah zat alkohol, maka setiap minuman di dalamnya
terkandung alkohol bisa disebut sebagai khamr. Tidak dilihat lagi
asal-usulnya secara ‘kasat mata’. Dari Nu’man bin Basyir, Rasulullah SAW
menegaskan bahwa khamr bisa terbuat dari berbagai benda.
Pada faktanya, memang semua benda yang disebutkan Rasullah SAW,
seperti; gandum, anggur, kurma, madu, dsb, itu bisa memabukkan. Dan,
memang pada semua benda itu ketika diproses menjadi minuman yang
memabukkan dapat dibuktikan bahwa di dalamnya terdapat zat alkoholnya.
Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa diharamkannya khamr itu
karena zatnya, maka hukum meminumnya adalah haram. Tidak dilihat lagi
segi kuantitas zatnya, baik sedikit maupun banyak, semuanya haram. Hal
ini sama dengan memakan daging babi atau bangkai, hukumnya haram, baik
sedikit maupun banyak, karena kedua benda itu diharamkan karena zatnya.
Demikian juga haramnya khamr tidak dilihat dari segi pengaruh bagi
peminumnya. Baik akan mengakibatkan mabuk atau tidak bagi peminumnya,
hukumnya tetap haram. Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah bersabda:
“Setiap yang memabukkan dalam keadaan banyaknya, maka sedikitnya pun
haram”
(HR Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Daruquthni) Dari Aisyah,
Rasulullah SAW bersabda:
Setiap minuman yang memabukkan itu haram, dan jika banyaknya satu
faraq (16 rithl = 7, 83 liter) dapat memabukkan, maka satu tangan dari
minuman tersebut adalah haram (HR Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidziy) Dua
hadits tersebut menunjukkan bahwa sebuah minuman tidak dilihat
kadar/prosentase alkolohol/khamr yang terkandung di dalamnya, tetapi
dilihat dari segi ada atau tidaknya zat khamr di situ.
Pengertian faraq dan mil’ul kaffi adalah suatu perumpamaan untuk
menunjukkan ukuran banyak dan sedikit. Bukan untuk membatasi
pengertiannya dengan ukuran tersebut. Karena itu, para fuqaha dan
muhadditsin mengambil pengertian dari hadits tersebut bahwa ukuran
sedikit khamr mencakup ‘setetes khamr’ pula
menurut arti bahasa, kata qaliiluhu (sedikitnya) menunjukkan bahwa yang
dimaksud di sini bukan hanya sekedar ukuran atau jumlah, tetapi
menyangkut kadar/persentase, baik tinggi atau rendah.
Al Qamus al Muhith (III hal 681) mengartikan kata qaliil adalah
ukuran sedikitnya sesuatu adalah paling sedikit. Sedangkan Al Mu’jamul
al Wasith (II hal 756) memberikan arti kata qaliil adalah sesuatu yang
hampir tidak ada sama sekali. Berdasarkan ketentuan bahasa Arab
tersebut, maka yang dimaksud kata qaliiluhu haram (sedikitnya pun haram)
adalah jumlah/ukuran yang sedikit atau kadar/persentase yang sedikit.
Ini berarti, setiap minuman yang mengandung zat alkohol, walapun kadar
persentasenya sedikit sekali, maka dapat dikategorikan dalam kelompok
haram. Sebab, yang diharamkan syara’ adalah zat alkoholnya yang sudah
mengalami proses peragian dan dapat memabukkan bila diminum dalam
ukuran/jumlah besar.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa setiap
minuman yang beralkohol adalah khamr dan hukumnya haram, baik kadar
alkoholnya tinggi atau rendah. Bukan karena bisa memabukkan atau tidak
bagi peminumnya. Bukan pula sedikit atau banyaknya yang diminum. Juga
bukan karena diminum sebagai khamr murni atau dicampur dengan minuman
lainnya. Sebab, diharamkannya khamr semata-mata karena zatnya. Dengan
demikian, beberapa jenis minuman seperti : brandy, wisky, martini, dan
lain-lain yang kadar alkoholnya mencapai 40 sampai 60 persen termasuk
kategori khamr. Demikian pula jenis janever, holland, geneva yang kadar
alkoholnya mencapai 33 sampai 40 persen. Termasuk pula jenis bir ringan
sperti eyl, portar, estote, dan munich, malaga, anggur cap orang tua,
mengandung 2 hingga 15 persen alkohol. Semua jenis minuman tersebut
adalah khamr dan haram hukumnya, meskipun namanya berbeda-beda. Dari
Ubadah bin Ash Shamit bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Sekelompok manusia dari umatku akan menghalalkan khamr, dengan nama
(baru) yang mereka sebutkan” (HR Imam Ahmad dan Ibnu Majah). Najiskah
Khamr itu?
Hukum asal benda adalah suci. Sehingga, suatu benda dinyatakan najis
manakala ada dalil yang menunjukkan kenajisannya. Dalam kitab Subulus
Salam, dinyatakan bahwa asal benda-benda itu suci. Haramnya suatu benda
tidak otomatis najis. Seperti ganja. Hukumnya adalah haram, tetapi ia
suci dan tidak najis. Sebab, sesuatu yang najis mengharuskannya menjadi
haram, yakni setiap yang najis itu haram. Karena, najisnya sesuatu itu
merupakan larangan untuk menyentuhnya pada setiap keadaan. Sehingga,
hukum najisnya suatu benda merupakan hukum haram bagi benda tersebut.
Tetapi tidak sebaliknya, yakni tidak setiap yang haram pasti najis.
Seperti haramnya menggunakan pakaian sutera dan emas (bagi pria),
padahal kedua benda tersebut adalah suci. Karenanya apabila haramnya
khamr telah ditunjukkan oleh nash-nash syara’ tidaklah mengharuskannya
menjadi najis. Berarti harus ada dalil lain yang menunjukkannya. Apabila
tidak ditemukan, maka ia kembali pada hukum asal, yakni suci.
Jumhurul ulama menyatakan bahwa khamr itu najis.
Kesimpulan itu diambil dari kata rijsun yang berarti kotoran dan najis.
Memang, argumentasi ini dibantah oleh sebagian fuqaha yang mengatakan
bahwa kata rijsun pada ayat tersebut najis secara maknawi karena kata
rijsun tidak hanya khabar bagi khamr, tetapi juga athaf-nya, yakni
berjudi, berhala, dan undian nasib, yang kesemuanya secara pasti tidak
disifati dengan najis dzatiy, seperti firman Allah SWT:
Maka jauhilah berhala-berhala yang najis itu (Al Hajj 30).
Arti berhala sebagai sesuatu yang najis itu pada ayat tersebut adalah
najis maknawi, bukan najis dzatiy. Contoh lain najis maknawi terdapat
pada surat At Taubah 28:
Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (At Taubah 28).
Yang dimaksud dengan najis pada ayat ini bukanlah najis dzat (tubuh)
mereka, tetapi aqidah yang mereka peluk berupa aqidah syirik yang
seharusnya dijauhi, sebagaimana yang dipahami oleh jumhurul fuqaha’.
Sehingga menurut mereka, kata rijsun dalam surat Al Maidah 90 tersebut,
adalah najis secara maknawi. Pandangan tersebut –menurut mereka–
diperkuat oleh bunyi selanjutnya dengan kata (dari perbuatan syetan).
Itu berarti, maksud najis itu adalah secara maknawi (Fiqhu Sunnah I hal
28). Hanya saja, pendapat jumhur itu dikuatkan oleh hadits Nabi SAW
“Sesungguhnya kami berada di negeri para ahli kitab, mereka makan
babi dan minum khamr, apakah yang harus kami lakukan terhadap
bejana-bejana dan periuk-periuk mereka? Rasulullah SAW menjawab,”Apabila
kamu tidak menemukan lainnya, maka cucilah dengan dengan air, lalu
memasaklah di dalamnya, dan minumlah” (HR Ahmad dan Abu Daud).
Perintah untuk mencuci pada bejana yang menjadi wadah khamr dan
periuk yang menjadi wadah daging babi, menunjukkan bahwa kedua benda
tersebut tidak suci. Sebab, apabila suci dan tidak najis, tentu tidak
akan diperintahkan untuk mencucinya dengan air.
C.Unsur-Unsur Jarimah Syurb Khamr
Ada dua unsur dalam jarimah syurb khamr. Yaitu minum-minuman yang memabukkan dan ada itikad jahat.
Yang dimaksud dengan ada niat jahat adalah sudah tau bahwa meminum
khamr itu haram, tetapi tetap saja dia minum. Oleh karena itu, tidak
dikenai sanksi orang yang meminum khamr atau meminum minuman yang
memabukkan sedang dia tidak tahu bahwa yang dia minum itu adalah minuman
yang memabukkan atau tidak tahu bahwa minuman itu haram, juga dibawah
paksaan.
D. Hukuman Untuk Peminum Khamr
Al-qur’an tidak menegaskan hukuman apa bagi peminum khamr, namun
sanksi dalam kasus ini didasarkan pada hadits Rasulullah saw yakni sunah
fi’liyahnya, bahwa hukuman terhadap jarimah ini adalah didera sebanyak
40 kali. Abu Bakar as-Sidiq ra mengikuti jejak ini, Umar bin Khatab ra
80 kali dera sedang Ali bin Abu Thalib ra 40 kali dera.
Alasan penetapan 80 kali dera didasarkan pada metode analogi, yakni
dengan mengambil ketentuan hukum yang ada di dalam al-Qur’an surat
an-Nur ayat 4:
“Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan terhormat (berbuat
zina), kemudian itu tidak mengemukakan empat saksi, maka hendaklah
mereka didera delapan puluh kali dera¬an, dan janganlah diterima
ke¬saksian dari mereka selama ¬lamanya. Itulah orang-orang fasik.”
Bahwa orang yang menuduh zina didera 80 kali. Orang yang mabuk
biasanya mengigau, jika mengigau suka membuat kebohongan, orang bohong
sama dengan orang membuat onar atau fitnah. Fitnah dikenai hukuman 80
kali dera. Maka orang yang meminum khamr didera 80 kali.
Disamping itu pada masa kekhalifahan Umar bin Khathab ra banyak orang
yang meminum khamr, dan hal mengenai dera 80 kali sudah berdasarkan
hasil musyawarah antara Umar bin Khathab ra dengan para shahabat yang
lain, yakni atas usulan Abdurrahman bin ‘Auf.
Adapun menurut Imam Abu Hnifah ra dan Imam Maliki ra sanksi peminum
khamr adalah 80 kali dera. Sedang Imam Syafi’i ra adalah 40 kali dera,
akan tetapi Imam beleh menambah menjadi 80 kali dera. Jadi 40 kali
adalah hukuman had, sedang sisanya adalah hukuman ta’zir.
Syarat Diberlakukannya Hudud Peminum Khamar
Namun para ulama sepakat bahwa agar hukuman pukul atau cambuk itu
dapat terlanksana, syarat dan ketentuannya harus terpenuhi terlebih
dahulu. Tidak asal ada orang minum khamar lantas segera dicambuk.
Di
antara syarat dan ketentuannya antara lain :
1. Berakal
Peminumnya adalah seorang yang waras atau berakal. Sehingga orang
gila bila meminum minuman keras maka tidak boleh dihukum hudud.
2. Baligh
Peminum itu orang yang sudah baligh, sehingga bila seorang anak kecil
di bawah umur minum minuman keras, maka tidak boleh dihukum hudud.
3. Muslim
Hanya orang yang beragama Islam saja yang bila minum minuman keras
yang bisa dihukum hudud. Sedangkan non muslim tidak bisa dihukum bahkan
tidak bisa dilarang untuk meminumnya.
4. Bisa memilih
Peminum itu dalam kondisi bebas bisa memilih dan bukan dalam keadaan yang dipaksa.
5. Tidak dalam kondisi darurat
Maksudnya bila dalam suatu kondisi darurat dimana seseorang bisa mati
bila tidak meminumnya, maka pada saat itu berlaku hukum darurat.
Sehingga pelakunya dalam kondisi itu tidak bisa dijatuhi hukuman hudud.
6. Tahu bahwa itu adalah khamar
Bila seorang minum minuman yang dia tidak tahu bahwa itu adalah khamar, maka dia tidak bisa dijatuhi hukuman hudud.
Khamr adalah benda. Sedangkan hukum benda tidak terlepas dari dua
hal, yaitu halal atau haram. Selama tidak ada dalil yang yang
mengharamkannya, hukum suatu benda adalah halal. Karena ada dalil yang
secara tegas mengharamkannya, maka hukum khamr itu haram.
Hukum syara’ adalah seruan syari’ yang berkaitan dengan perbuatan
hamba (manusia). Sehingga, meskipun hukum syara’ menentukan status hukum
benda, tetap saja akan berkait dengan perbuatan manusia dalam
menggunakannya. Misalnya, babi itu haram. Perbuatan apa saja yang
diharamkan berkenaan dengan babi? Apakah memakannya, menjualnya,
menternakkannya, memegangnya, melihatnya, atau bahkan membayangkannya
hukumnya juga haram? Untuk mengetahui hukum-hukum perbuatan yang
berkenaan dengan benda tidak cukup hanya melihat dalil tentang haramnya
benda, tetapi harus meneliti dalil-dailil syara’ yang menjelaskan
perbuatan yang berkenaan dengan benda tersebut.
Beberapa perbuatan haram yang berkaitan dengan khamr, dijelaskan oleh Nabi SAW dari Anas ra.
“Sesungguhnya Rasulullah SAW melaknat dalam khamr sepuluh personel,
yaitu: pemerasnya (pembuatnya), distributor, peminumnya, pembawanya,
pengirimnya, penuangnya, penjualnya, pemakan uang hasilnya, pembayarnya,
dan pemesannya”
(HR Ibnu Majah dan Tirmidzy).
Dari hadits tersebut menunjukkan bahwa semua pelaku yang terlibat
dalam khamr termasuk yang diharamkan. Hukum haram disimpulkan karena ada
celaan yang bersifat jazim dengan kata (melaknat). Berarti, itu
merupakan sebuah sanksi yang diberikan kepada para pelaku yang terlibat
dalam khamr. Mereka itu adalah:
1. produsen
2. distributor
3. peminum
4. pembawa
5. pengirim
6. penuang minuman
7. penjual
8. orang yang memetik hasil penjualan
9. pembayar
10. pemesan
E. Pembuktian untuk Jarimah Syurbul Khamr
Alat bukti syurb khamr adalah:
- Persaksian, jumlah saksi adalah dua orang laki-laki atau empat orang
wanita. Menurut Imam Abu Hanifah ra dan Abu Yusuf ra, saksi harus
mencium bau minuman yang memabukkan ketika menyaksikanya.
- Pengakuan dari peminum, pengakuan ini cukup satu kali saja.
- Bau mulut, menurut Imam Maliki ra bau mulut orang meminum minuman
yang memabukkan dapat dianggap sebagai bukti bahwa yang bersangkutan
telah meminum khamr.
- Mabuk, Imam Abu Hanifah ra berpendapat bahwa mabuk dapat dianggap
sebagai alat bukti minum khamr. Sedang Imam Syafi’i ra tidak demikian,
karena mabuk itu memberi banyak kemungkinan, terutama dipaksa atau
terpaksa.
- Muntah, menurut Imam Maliki ra beranggapan bahwa muntah dapat
dijadikan sebagai bukti minum khamr. Hal ini pernah dilakukan ketika
Usman bin Afan ra menjatuhkan hukuman dera bagi orang yanh muntah-muntah
akibat meminum khamr.
F. Pelaksanaan Hukuman Syurb Khamr
Pelaksanaan had bagi peminum khamr sama dengan pelaksanaan dera pada
jarimah lainya. Namun dalam pelaksanaan tidak diperbolehkan disertai
emosi atau dalam keadaan marah,
juga dalam mendera ketika eksekutor tidak boleh sampai kelihatan,
sedang alat dera yang digunakan adalah pelepah daun kurma atau
sejenisnya.
dalam hukum hudud, seorang muslim yang kedapatan dan terbukti meminum
khamar oleh pengadilan (mahkamah syar`iyah) hukumannya adalah dipukul.
Bentuk hukuman ini bersifat mahdhah, artinya bentuknya sudah menjadi
ketentuan dari Allah SWT. Sehingga tidak boleh diganti dengan bentuk
hukuman lainnya seperti penjara atau denda uang dan sebagainya.
Dalam istilah fiqih disebut hukum hudud, yaitu hukum yang bentuk,
syarat, pembuktian dan tatacaranya sudah diatur oleh Allah SWT.
Dasar pensyariatannya adalah hadits Nabi SAW berikut ini :
“Siapa yang minum khamar maka pukullah”.
Hadits ini termasuk jajaran hadits mutawatir, yaitu hadits yang
diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi pada tiap thabawatnya (jenjang)
dan mustahil ada terjadi kebohongan diantara mereka.
Di tingkat shahabat, hadits ini diriwayatkan oleh 12 orang shahabat
yang berbeda. Mereka adalah Abu Hurairah, Muawiyah, Ibnu Umar, Qubaishah
bin Zuaib, Jabir, As-Syarid bin suwaid, Abu Said Al-Khudhri, Abdullah
bin Amru, Jarir bin Abdillah, Ibnu Mas`ud, Syarhabil bin Aus dan Ghatif
ibn Harits.
G. Hapusnya Hukuman Syurb Khamr
Hukuman had bagi peminum khamr dapat dihapus atau dibatalkan apabila:
1. Para saksi menarik kesaksianya, apabila tidak ada bukti yang menguatkan.
2. Pelaku menarik kembali persaksianya, karena tidak ada bukti yang menguatkan.
3. Kebenaran bukti-bukti masih dipertanyakan, atau masih diragukan kebenaranya.
H. Hukuman Had Bagi Syurb Khamr Sebagai Penghapus Dosa
Barang siapa berbuat pelanggaran lalu dihukum, maka hukuman tersebut
adalah sebagai penebus atau penghapus dosanya, hal tersebut terdapat
pada hadits Rasulullah saw sebagai mana berikut, yang artinya:
“Ubadah ibn sh-Shamit ra mengatakan bahwa Rasulullah saw menegaskan
larangan kepada para shahabat sebagai mana larangan kepada wanita yaitu:
tidak boleh menyekutukan sesuatu dengan Allah swt, tidak boleh mencuri,
tidak boleh berzina, tidak boleh membunuh anak-anak dan tidak boleh
saling membohongi. Maka barang siapa kansisten dalam menghindari
larangan itu, maka Allah swt yang menanggung ppahalanya. Barang siapa
melakukan pelanggaran lalu dilaksanakan hukuman padanya, maka hukuman
tersebut menjadi penghapus dosanya. Barang siapa melakukan pelanggaran
lalu ditutupi oleh Allah swt, maka urusanya terserah kepada Allah swt.
Jika Allah swt menghendaki, maka Dia menyiksanya, dan jika Dia
menghendaki, maka Dia mengampuninya
BAB III
KESIMPULAN
Syurb khamr adalah memasukkan minuman yang memabukkan ke mulut lalu
ditelan masuk ke perut melalui kerongkongan, meskipun bercampur dengan
makanan lain yang halal. Adapun segala sesuatu yang memabukkan dinamakan
khamr, dan meminumnya dihukumi haram.
Sedang dalam syariat islam siapa saja yang meminum khamr akan
mendapatkan hukuman, adapun hukuman tersebut berupa dera 40 kali atau 80
kali, jika amir atau penguasa menghendakinya. Adapun cara
pelaksanaannya dilakukan oleh eksekutor yang sudah memenuhi
syarat-syarat, juga alat yang digunakan adalah pelepah daun kurma atau
sejenisnya.
Namun hukuman dera dapat gugur bilamana para saksi menarik
kesaksianya atau pelaku menarik kembali pengakuanya, serta tidak
ditemukanya barang bukti yang menguatkan.
Disamping mendapatkan hukuman peminum khamr tentusaja akan mengalami
gangguan kesehatan, baik itu kesehatan rohani maupun kesehatan jasmani.
Disamping itu khamr menjauhkan para peminumnya dari Allah swt.