TEMPOR CYBER™  mengucapkan . . . MARHABAN YAA RAMADHON 1437 H

WELCOME TO TEMPOR CYBER™...

Tempor Cyber™ adalah situs informasi yang menyajikan berita-berita terkini,baik berita daerah,berita dalam negeri maupun berita luar negeri juga menyampaikan segudang berita gosip, dunia intertainment, tips trik komputer, dan lain sebagainya yang tentunya semata-mata untuk memanjakan anda sebagai pembaca.

BLACKBERRY MERAIH SUKSES DI INDONESIA

Kemampuan Playbook cukup hebat, wajar karena ia dipersiapkan untuk menjadi lawan bagi iPad 2. Menggunakan layar sentuh kapasitif, LCD 7 inch WSVGA yang memiliki resolusi 1024 x 600. Perangkat ini didukung penuh multi touch dan gesture.

Galaxy SII Ditarget Teruskan Kejayaan Galaxy S

Galaxy S II menggunakan sistem operasi Android 2.3 alias Gingerbread. Disertai prosesor 1,2 GHz dual core dan RAM 1 GB yang membuat performanya makin mulus. Selain itu masih ditambahi interface andalan Samsung yaitu TouchWiz versi 4.0, diharapkan memudahkan pengguna dalam mengoptimalkan Android 2.3 Gingerbread.

KAPOLDA JATENG KEDEPANKAN PENCEGAHAN,REDAM AKSI ANARKIS MASSA

Peragaan Sispamkota ini melibatkan 933 personil, baik dari unsur TNI/Polri maupun Satpol PP. Selain penanganan unjuk rasa, dalam kesempatan itu juga diperagakan simulasi penanganan teror bom.

LASKAR PELANGI MEMBEDAH DUNIA PENDIDIKAN

Menceritakan tentang persahabatan dan setia kawanan yang erat dan juga mencakup pentingnya pendidikan yang begitu mendalam. Serta kisahnya yang mengharukan.

IPAD-3 BAKAL PAKAI LAYAR RETINA DISPLAY??

iPhone generasi pertama hingga Apple 3GS memakai resolusi HVGA 320 x 480 pixel yang kemudian ditingkatkan 2 kalinya pada iPhone 4 menjadi 960 x 640 pixel. Sementara, pada iPad 3, tidak heran resolusinya yang saat ini sebesar 1024 x 768 juga telah dinaikkan menjadi dua kali yaitu 2048 x 1536 pixel

ARTI PERSAHABATAN SEBENARNYA

Satukan dua tangan yang lain menjadi satu genggaman yang kukuh bersama tuk meringankan beban antara satu dengan yang lain

ALON - ALON SIMPANG LIMA PATI-JATENG

Alon-alon Simpang Lima Pati nampak tenang pada siang hari,sungguh jauh berbeda kenyataannya kala malam hari yang penuh sesak dikunjungi para pedagang dan warga Pati tentunya.

PENYAMBUTAN PENGHARGAAN ADIPURA

Kabupaten Pati memperoleh perhargaan ADIPURA ini untuk kesekian kalinya.Sebagai warga Pati,kami sangat bangga terhadap penghargaan ini.Maju terus Kota Kelahiranku.

PRESIDEN SOESILO BAMBANG YUDHOYONO PIMPIN UPACARA DI ISTANA NEGARA

Peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Ri berlangsung khidmat. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai inspektur upacara dalam upacara yang berlangsung di halaman Istana Merdeka.

Minggu, 07 Agustus 2011

SANG PEMIMPI – THE DREAMER

Arai adalah orang kebanyakan. Laki-laki seperti dia selalu bertengkar dengan tukang parkir sepeda, meributkan uang dua ratus perak. Orang seperti dia  sering duduk di bangku panjang kantor pegadaian menunggu barangnya ditaksir. Barangnya itu dulang tembaga busuk kehijau-hijauan peninggalan neneknya. Kalau polisi menciduk gerombolan bromocorah pencuri kabel telepon, orang berwajah serupa Arai dinaikkan ke bak mobil pick up, dibopong karena tulang keringnya dicuncung sepatu jatah kopral. Jika menonton TVRI, kita biasa melihat orang seperti Arai meloncat-loncat di belakang presiden agar tampak oleh kamera.


Wajah Arai laksana patung muka yang dibuat mahasiswa baru seni kriya yang baru pertama kali menjamah tanah liat, pencet sana, melendung sini. Lebih tepatnya, perabot di wajahnya seperti hasil suntikan silikon dan mulai meleleh. Suaranya kering, serak, dan nyaring, persis vokalis mengambil nada falseto—mungkin karena kebanyakan menangis waktu kecil. Gerak-geriknya canggung serupa belalang sembah. Tapi matanya istimewa. Di situlah pusat pesona Arai. Kedua bola matanya itu, sang jendela hati, adalah layar yang mempertontonkan jiwanya yang tak pernah kosong.


Sesungguhnya, aku dan Arai masih bertalian darah. Neneknya adalah adik kandung kakekku dari pihak ibu. Namun sungguh malang nasibnya. Ketika ia kelas satu SD, ibunya wafat saat melahirkan adiknya. Arai, baru enam tahun waktu itu, dan ayahnya, gemetar di samping jasad beku sang ibu yang memeluk bayi merah bersimbah darah. Anak-beranak itu meninggal bersamaan. Lalu Arai tinggal berdua dengan ayahnya. Namun, kepedihan belum mau menjauhi Arai. Menginjak kelas tiga SD, ayahnya juga wafat. Arai menjadi yatim piatu, sebatang kara. Ia kemudian dipungut keluarga kami.

Aku teringat, beberapa hari setelah ayahnya meninggal, dengan menumpang truk kopra, aku dan ayahku menjemput Arai. Sore itu ia sudah menunggu kami di depan tangga gubuknya. Ia berdiri sendirian di tengah belantara ladang tebu yang tak terurus. Anak kecil itu mengapit di ketiaknya karung kecampang berisi beberapa potong pakaian, sajadah, gayung tempurung kelapa, mainan buatannya sendiri, dan bingkai plastik murahan berisi foto hitam putih ayah dan ibunya ketika pengantin baru. Sebatang potlot yang kumal ia selipkan di daun telinga, penggaris kayu yang sudah patah ia sisipkan di pinggang. Tangan kirinya menggenggam beberapa lembar buku tak bersampul. Celana dan bajunya dari kain belacu lusuh dengan kancing tak lengkap. Itulah seluruh harta bendanya. Sudah berjam-jam ia menunggu kami.

Wajah cemasnya menjadi lega ketika melihat kami. Aku membantu membawa buku-bukunya dan kami meninggalkan gubuk berdinding lelak beratap daun itu dengan membiarkan pintu dan jendela-jendelanya terbuka, karena dipastikan tak ‘kan ada siapa-siapa untuk mengambil apa pun. Laksana terumbu karang yang menjadi rumah ikan di dasar laut, gubuk itu akan segera menjadi sarang luak, atapnya akan menjadi lumbung telur burung kinantan, tiang-tiangnya akan menjadi istana liang kumbang.

Kami menyelusuri jalan setapak menerobos gulma yang lebih tinggi dari kami. Kerasak tumpah ruah merubung jalan itu. Arai menengok ke belakang untuk melihat gubuknya terakhir kali. Wajahnya hampa. Lalu ia berbalik cepat dan melangkah dengan tegap. Anak sekecil itu telah belajar menguatkan dirinya. Ayahku berlinangan air mata. Dipeluknya pundak Arai erat-erat.

Di perjalanan aku tak banyak bicara karena hatiku ngilu mengenangkan nasib malang yang menimpa sepupu jauhku itu. Ayah duduk di atas tumpukan kopra, memalingkan wajahnya, tak sampai hati memandang Arai. Aku dan Arai duduk berdampingan di pojok bak truk yang terbanting-banting di atas jalan sepi berbatu-batu. Kami hanya diam. Arai adalah sebatang pohon kara di tengah padang karena hanya tinggal ia sendiri dari satu garis keturunan keluarganya. Ayah ibunya merupakan anak-anak tunggal dan kakek neneknya dari kedua pihak orangtuanya juga te­lah tiada. Orang Melayu memberi julukan Simpai Keramat untuk orang terakhir yang tersisa dari suatu klan.

Aku mengamati Arai. Kelihatan jelas kesusahan telah menderanya sepanjang hidup. Ia seusia denganku tapi tampak lebih dewasa. Sinar matanya jernih, polos sekali. Lalu tak dapat kutahankan air mataku mengalir. Aku tak dapat mengerti bagaimana anak semuda itu menanggungkan cobaan demikian berat sebagai Simpai Keramat. Arai mendekatiku lalu menghapus air mataku dengan lengan bajunya yang kumal. Tindakan itu membuat air mataku mengalir semakin deras. Sempat kulirik ayah yang mencuri-curi pandang kepada kami, wajahnya sembap dan matanya se­merah buah saga. Sepertiku, ayah tak mampu menahan perasannya melihat Arai.

Melihatku pilu, kupikir Arai akan ikut terharu tapi ia malah tersenyum dan pelan-pelan ia merogohan tangan ke dalam kacung kecampangnya. Air mukanya memberi kesan ia memiliki sebuah benda ajaib nan rahasia.

“Ikal, lihatlah ini!” bujuknya.
Dari dalam karung tadi ia mengeluarkan sebuah benda mainan yang aneh. Aku melirik benda itu dan aku makin pedih membayangkan ia membuat mainan itu sendiri, memainkannya juga sendiri di tengah-tengah ladang tebu. Aku tersedu sedan.

Tapi bagaimanapun perih hatiku aku tertarik. Mainan itu semacam gasing yang dibuat dari potongan-potongan lidi aren dan di ujung lidi-lidi itu ditancapkan beberapa butir buah kenari tua yang telah dilubangi. Sepintas bentuknya seperti helikopter. Jalinan lidi pada mainan itu agaknya mengandung konstruksi mekanis. Aku tergoda melihat Arai memutar-mutar benda itu setengah lingkaran untuk mengambil ancang-ancang. Setelah beberapa putaran, sebatang lidi besar yang menjadi tuas konstruksi itu melengkung lalu saat putaran terakhir dilepaskan, ajaib! Lengkungan tadi melawan arah menimbulkan tendangan tenaga balik yang memelintir gasing aneh itu dengan sempurna 360 derajat, berulang-ulang. Lebih seru lagi, putaran balik tadi menyebabkan butir-butir kenari saling beradu menimbulkan harmoni suara gemeretak yang menakjubkan. Aku tergelak. Mata Arai bersinar-sinar.

Aku tersenyum tapi tangisku tak reda karena seperti mekanika gerak balik helikopter aneh itu, Arai telah memutarbalikkan logika sentimental ini. Ia justru berusaha menghiburku pada saat aku seharusnya menghiburnya. Dadaku sesak.

“Cobalah, Ikal”

Aku merebut gasing itu, mengamatinya dengan teliti, bukan hanya sebagai mainan yang menarik hati tapi sebagai sebuah kisah tentang anak kecil yang menciptakan mainan untuk melupakan kepedihan hidupnya.

Aku memutar gasing itu sekali, dan terperanjat sebab tiba-tiba ia berputar sendiri dengan keras sehingga konstruksinya bingkas, lidi-lidinya patah, dan buah-buah kenari itu berhamburan ke mukaku. Aku telah memutarnya terlalu kencang. Arai terkekeh melihatku. Ia memegangi perutnya menahan tawa. Belum hilang terkejutku, Arai kembali merogohkan tangannya ke dalam karung kecampang.

“Masih ada lagi!”

Ia tersenyum penuh arti karena tahu telah berhasil menghiburku. Kali ini ia mengeluarkan sebuah cupu dari kayu medang yang berlubang-lubang. Biasa dipakai orang Melayu untuk menyimpan tembakau. Tak kusangka cupu itu telah dibelah dan sambungannya tak kasat. Arai membukanya pelan-pelan.
“Aiih, kumbang sagu!”
Aku memekik tak terkendali. Kumbang sagu, serangga mainan langka yang susah ditangkap. Jika dipelihara dan diberi makan remah kelapa, kumbang bersayap mengilat seperti tameng patriot Spartan itu dapat menjadi jinak. Tak berkedip aku melihat Arai membiarkan kumbang itu merayapi lengannya. Makhluk yang memesona itu meloncat-loncat kecil ingin terbang. Arai membelai serangga kecil itu, menggenggamnya dengan lembut lalu melemparkannya ke udara.

Ditiup angin kencang di atas truk kumbang itu meregangkan sayap-sayapnya, mengapung sebentar, berputar-putar merayakan kemerdekaannya lalu melesat menembus rimbun dedaunan kemang di tepi jalan. Lalu Arai melangkah menuju depan bak truk. Ia berdiri tegak di sana serupa orang berdiri di hidung haluan kapal. Pelan-pelan ia melapangkan kedua lengannya dan membiarkan angin menerpa wajahnya. Ia tersenyum penuh semangat. Agaknya ia juga bertekad memerdekakan diri­nya dari duka mengharu biru yang membelenggunya seumur hidup. Ia telah berdamai dengan kesedihan dan siap menantang nasibnya. Jahitan kancing bajunya yang rapuh satu per satu terlepas hingga bajunya melambai-lambai seperti sayap kumbang sagu tadi. Ia menggoyang-goyang tubuhnya bak rajawali di angkasa.

“Dunia! Sambutlah aku …! Ini aku, Arai, datang untukmu…!” Pasti itu maksudnya.

Ayahku tersenyum mengepalkan tinjunya kuat-kuat dan aku ingin tertawa sekeras-kerasnya, tapi aku juga ingin menangis sekeras-kerasnya.

Sabtu, 06 Agustus 2011

GADGET BLOG TAKBIRAN PLAYER DI HARI LEBARAN

Setelah sebulan kita berpuas, saat kita menahan segala hawa nafsu yang dapat merusak nilai ibadah kita tentu akan muncul hari kemenangan yang fitri. Setelah sebelumnya kita pasang gadget blog di bulan ramadhan saatnya juga kita ganti di hari kemenangan ini dengan gadget Takbiran player.

allahuakbar allahuakbar allahuakbar, lailahailallahuallahuakbar, allahuakbarwalilahilham. Hari raya lebaran kita semarakan juga blog kita dengan takbiran. Tak hanya di masjid-masjid atau musolla yang takbiran, tapi blog-blog kita juga dapat bertakbir 24 jam oleh Pak Haji, pasang saja gadget blog yang satu ini yang dikembangkan oleh zawa.blogsome.com

Cara Gadget Blog Takbiran Player di Hari Lebaran.
1. Login ke blogger
2. Pilih Tata Letak kemudian Tambah Gadget
3. Pilih HTML/JavaScript
4. Masukan kode-kode berikut ini

<embed src=http://fc02.deviantart.com/fs46/f/2009/223/c/f/takbiran_by_blogclocks.swf?nama=Pak Haji width=150 height=150 quality=high type=application/x-shockwave-flash wmode=transparent></embed>













<embed src=http://fc06.deviantart.com/fs46/f/2009/223/7/9/takbiranidulfitri_by_blogclocks.swf?nama=Namakamu width=150 height=150 quality=high type=application/x-shockwave-flash wmode=transparent></noscript></embed>

*) Kita dapat ganti tulisan hijau Pak Haji dan Namakamu dengan nama kita sendiri tentunya.

Kamis, 04 Agustus 2011

BAHAYA MEMVONIS ORANG LAIN DENGAN KEKUFURAN ATAU AHLI BID'AH

Tulisan singkat ini dilatarbelakangi oleh adanya orang-orang yang sangat mudah menjatuhkan vonis sesat atau menilai pihak lain di luar komunitasnya dan/atau yang berseberangan pendapat dengannya sebagai ahli bid`ah, baik secara tegas, maupun dengan menggunakan julukan yang samar, semisal: “Hizbi” dan lain-lain, tanpa menyadari betapa berat dan bahayanya vonis semacam ini. Dan, yang paling berat adalah memvonis kafir pihak lain.

Memang benar bahwa terdapat banyak nash dan atsar Salaf yang mencela bid`ah dan ahli bid`ah. Namun hal ini bukan menjadi pembenaran untuk kemudian bermudah-mudah dan serampangan dalam menjatuhkan vonis bid`ah serta menuduh pihak lain sebagai ahli bid`ah, terlebih lagi untuk menjatuhkan vonis kafir.

Menjatuhkan vonis kafir atau sesat atau ahli bid`ah kepada seseorang berarti melecehkan hal keberagamaan yang bersangkutan. Sedangkan pelecehan dalam hal agama merupakan pelecehan yang paling berat. Sebab seorang Mukmin lebih benci apabila keberagamaannya dilecehkan dibandingkan pelecehan terhadap hal-hal yang lain.


Dari Abū Hurairah, Nabi—shalla’Llāhu `alaihi wa sallam—bersabda,

بِحَسبِ امْرِئٍ مِن الشَّرّ أن يَحْقِر أخاه الْمُسْلم، كلّ المُسْلم عَلَى الْمسلم حَرَام دَمُه وَمَاله وَعرْضه

“Cukuplah menjadi keburukan bagi seseorang untuk merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya adalah haram, yaitu darahnya, hartanya dan kehormatannya.”
[Riwayat Muslim dan lain-lain]

Nabi—shalla’Llāhu `alaihi wa sallam—bersabda

إِنَّ مِنْ أَرْبَى الرِّبَا الاِسْتِطَالَةُ فِي عِرْضِ الْمُسْلِمِ بِغَيْرِ حَقٍّ

“Sesungguhnya termasuk riba yang paling riba adalah mengulurkan lisan terhadap kehormatan seorang Muslim tanpa hak (alasan yang dibenarkan).”
[Riwayat Abū Dāwūd II/685/4876 dan dinilai valid oleh al-Albāni.]
Muhammad Syams al-Haqq al-`Azhīm Ābadī berkata, “Makna arba’r ribā adalah riba yang paling besar bahayanya dan yang paling keras keharamannya. Dan makna istithālah adalah mengulurkan lidah terhadap kehormatan seorang muslim. Maksudnya adalah merendahkannya dan merasa lebih tinggi darinya serta melakukan gunjingan (ghībah) terhadapnya, seperti menunduhnya berzina atau mencelanya. Hal Ini merupakan riba yang paling keras keharamannya karena kehormatan merupakan perkara yang paling mulia bagi seseorang, lebih dari harta.” [`Aun al-Ma`būd vol. XIII, hlm. 152.]

Dan yang lebih parah dari semua itu adalah pelecehan kehormatan terhadap seorang Muslim dalam hal agamanya. Imam al-Qurthubi berkata,

العلماء من أول الدهر من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم والتابعين بعدهم لم تكن الغيبة عندهم في شيء أعظم من الغيبة في الدين لأن عيب الدين أعظم العيب فكل مؤمن يكره أن يذكر في دينه أشد مما يكره في بدنه

“Ulama sejak awal masa para Sahabat Nabi—shalla’Llāhu `alaihi wa sallam—dan Tabi’īn setelah mereka menganggap bahwa tidak ada gunjingan yang lebih parah dibandingkan gunjingan yang berkaitan dengan agama (seseorang). Sebab aib yang berkaitan dengan agama merupakan aib terberat. Setiap orang mukmin lebih benci jika disinggung kejelekan agamanya daripada disinggung (cacat) tubuhnya.” [Tafsīr al-Qurthubi, vol. XVI, hlm. 282, tafsir QS. Al-Hujurāt [49]: 12.]

Bahaya lain yang tak kalah dahsyatnya dari melecehkan atau memvonis orang lain adalah bahwa vonis tersebut akan kembali kepada pengucapnya apabila pihak yang divonis ternyata tidak sebagaimana yang dikatakan.

Dari Abū Hurairah, Nabi—shalla’Llāhu `alaihi wa sallam—bersabda,

إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِأَخِيْهِ: يَا كَافِرُ، فَقَدْ بَاءَ بِهِ أَحَدُهُمَا

“Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya, ‘Hai kafir,’ maka sesungguhnya hal itu kembali kepada salah satu dari keduanya.” [Riwayat al-Bukhāri V/2263/5752.]
Dalam riwayat lain dari Ibn `Umar:

أَيُّمَا امْرِئْ قَالَ لِأَخِيْهِ: يَا كَافِرُ، فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا، إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ وَإِلاَّ رَجَعَتْ عَلَيْهِ

“Siapa saja yang berkata saudaranya, ‘Hai kafir,’ maka sesungguhnya kalimat itu kembali kepada salah satu dari keduanya. Jika kondisinya adalah sebagaimana yang dikatakan, atau jika tidak maka kembali kepada pengucapnya.” [Riwayat Muslim I/79/60.]

Dalam lafal lain:

إِذَا كَفَّرَ الرَّجُلُ أَخَاهُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا

“Jika seseorang mengafirkan saudaranya, maka sesungguhnya kalimat itu kembali kepada salah satu dari keduanya.” [Riwayat Muslim I/79/60.]

Dari Abū Dzarr, Nabi—shalla’Llāhu `alaihi wa sallam—bersabda,

وَمَنْ دَعَا رَجُلاً بِالْكُفْرِ أَوْ قَالَ عَدُوّ اللهِ وَلَيْسَ كَذلِكَ إِلاَّ حَارَ عَلَيْهِ

“Barangsiapa yang memanggil orang lain dengan kekufuran atau menyebutnya sebagai musuh Allah padahal tidak demikian adanya, melainkan hal tersebut akan kembali kepada yang mengucapkannya.” [Riwayat Muslim I/79/61.]


Dalam riwayat lain dari Abū Dzarr, Nabi—shalla’Llāhu `alaihi wa sallam—bersabda,

لاَ يَرْمِيْ رَجُلٌ رَجُلاً باِلْفُسُوْقِ وَلاَ يَرْمِيْهِ بِالْكُفْرِ إِلاَّ ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذلِكَ

“Tidaklah seseorang melemparkan tuduhan kepada yang lain dengan kefasikan, dan tidak pula kekafiran, melainkan hal itu akan kembali kepadanya apabila yang dituduh ternyata tidak demikian.” [Riwayat al-Bukhāri V/2247/5698.]

Imam Ibn Hajar berkata, “Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa barangsiapa yang berkata kepada orang lain, ‘Engkau fasiq,’ atau, ‘Engkau kafir,’ jika yang dituduh tidak sebagaimana yang dikatakan maka si pengucap itulah yang berhak menyandang sifat tersebut; dan apabila yang dituduh adalah sebagaimana yang dikatakan, maka tuduhan tersebut tidak kembali kepada pengucapnya, karena ia benar atas yang dikatakannya. Namun tidak ada kelaziman bahwa meskipun si penuduh tidak menjadi fasiq atau kafir, bukan berarti ia tidak berdosa, dan dalam hal ini terdapat perincian.
“Jika si penuduh tersebut bermaksud untuk menasehati yang tertuduh atau menasahati orang lain tentang kondisi si tertuduh, maka hal tersebut dibolehkan. Namun jika ia bermaksud untuk mencela, mencemarkan nama baiknya dan semata-mata ingin menyakiti, maka hal itu tidak dibolehkan. Sebab yang bersangkutan diperintah untuk menutup aib saudaranya, mengajarinya dan menasehatinya dengan baik. Dan, selama memungkinkan bagi yang bersangkutan untuk bersikap lembut, maka ia tidak dibolehkan untuk melakukan kekerasan. Sebab, bisa jadi kekerasan itu menjadi sebab kesesatan pihak kedua atau terus-menerusnya ia di atas perbuatan lamanya, sebagaimana halnya tabiat kebanyakan manusia terhadap kekerasan. Terutama apabila yang memberi perintah itu tingkat kedudukannya masih berada di bawah yang diperintah.” [Fath al-Bāri vol. X, hlm. 466.]
Dari riwayat-riwayat dan penjelasan di atas dapat ditarik suatu prinsip umum bahwa apabila seorang Muslim menuduh saudaranya dengan suatu tuduhan yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya maka tuduhan tersebut akan kembali mengenai si pengucapnya. Termasuk juga dalam hal menuduh orang lain sebagai ahli bid`ah.

Setelah mensinyalir riwayat-riwayat yang telah disebutkan di atas, Syaikh al-Albāni berkata,


أريد أن ألحق به فأقول: من بدّع مسلما فإما أن يكون هذا المسلم مبتدعا، وإلا فهو المبتدع

“Saya ingin menambahkan maka saya katakan bahwa barangsiapa yang memvonis seorang muslim sebagai ahli bid`ah, maka bisa jadi yang divonis tersebut memang ahli bid`ah, atau jika tidak, maka orang yang memvonis itulah yang menjadi ahli bid`ah.” [Muzīl al-Ilbās fī al-Ahkām `alā an-Nās, hlm. 241, disusun oleh as-Sa`īd Ibn Shābir `Abduh, Dār al-Fadhīlah, cet. pertama, 1417 H. Dengarkan pula Silsilah al-Hudā wa an-Nūr, kaset no. 666.]

Ibn Taimiyyah berkata,

هذا مع أنى دائما ومن جالسنى يعلم ذلك منى انى من أعظم الناس نهيا عن أن ينسب معين الى تكفير وتفسيق ومعصية إلا اذا علم أنه قد قامت عليه الحجة الرسالية التى من خالفها كان كافرا تارة وفاسقا أخرى وعاصيا أخرى وانى أقرر أن الله قد غفر لهذه الأمة خطأها وذلك يعم الخطأ فى المسائل الخبرية القولية والمسائل العملية، وما زال السلف يتنازعون فى كثير من هذه المسائل ولم يشهد أحد منهم على أحد لا بكفر ولا بفسق ولا معصية

“Demikianlah, sementara saya senantiasa—dan orang-orang yang bermajelis dengan saya mengetahui hal tersebut—bahwa saya termasuk orang yang paling keras melarang menisbatkan person tertentu kepada kekurufan, kefasiqan dan maksiat, kecuali apabila telah diketahui bahwa telah ditegakkan atas yang bersangkutan hujjah risalah, di mana orang yang menyelisihi hal itu terkadang menjadi kafir, atau terkadang menjadi fasiq, atau terkadang menjadi pelaku maksiat. Dan saya menegaskan bahwa Allah telah mengampuni kekeliruan umat ini, di mana hal ini mencakup kekeliruan dalam masalah khabariyyah qauliyyah (keyakinan) maupun masalah amalan. Dan senantiasa Salaf saling silang pendapat pada banyak dari masalah-masalah tersebut, namun tidak seorang pun dari mereka yang bersaksi atas yang lain dengan kekufuran, kefasiqan dan kemaksiatan.
[Majmū` al-Fatāwā, vol. III, hlm. 229.]
 
Az-Zarqāni berkata,

لمثل هذا أربأ بنفسي وبك أن نتهم مسلما بالكفر أو البدعة والهوى لمجرد أنه خالفنا في رأي إسلامي نظري فإن الترامي بالكفر والبدعة من أشنع الأمور ولقد قرر علماؤنا أن الكلمة إذا احتملت الكفر من تسعة وتسعين وجها ثم احتملت الإيمان من وجه واحد حملت على أحسن المحامل وهو الإيمان وهذا موضوع مفروغ منه ومن التدليل عليه

“Untuk semisal hal ini, saya mewanti-wanti diri saya dan Anda dari menuduh seorang Muslim dengan kekufuran atau bid`ah dan hawa nafsu, hanya karena ia menyelisihi kita pada suatu pemikiran Islami teoritis. Sesungguhnya saling melemparkan tuduhan dengan kekufuran dan bid`ah termasuk seburuk-buruk perkara. Ulama kita telah menetapkan bahwa satu kata apabila mengandung kemungkinan kekufuran dari sembilan puluh sembilan sisi, akan tetapi mengandung kemungkinan keimanan dari satu sisi, maka dibawa kepada sebaik-baik kemungkinan, yaitu keimanan. Ini adalah tema yang telah selesai dibahas dan memiliki dalil yang kuat.” [Manāhil al-`Irfān fī `Ulūm al-Qur'ān, Muhammad `Abd al-`Azhīm az-Zarqāni, tahqīq Fawwāz Ahmad, Dār al-Kitāb al-`Arabi, Beirut, cet. pertama, 1415 H/1995 M, vol. II, hlm. 31.]

Ibn Taimiyyah berkata,


وليس لأحد ان يكفر أحدا من المسلمون وان أخطأ وغلط حتى تقام عليه الحجة وتبين له المحجة ومن ثبت إسلامه بيقين لم يزل ذلك عنه بالشك بل لا يزول الا بعد إقامة الحجة وازالة الشبهة

“Dan tidak seorang pun memiliki hak untuk mengafirkan orang lain dari kaum Muslim, meskipun ia melakukan salah dan galat, sampai ditegakkan atasnya hujjah dan menjadi jelas baginya kebenaran. Dan barangsiapa yang telah tetap keislamannya dengan keyakinan maka tidak dapat dihapuskan darinya keislaman tersebut dengan keraguan. Bahkan keislaman tersebut tidak hilang kecuali setelah ditegakkan hujjah dan dihilangkan syubhat.” [Majmū` al-Fatāwā, vol. XII, hlm. 466.]

Imam al-Ghazāli berkata,

والذي ينبغي أن يميل المحصِّل إليه الاحتراز من التكفير ما وجد إليه سبيلاً…. والخطأ في ترك ألف كافر في الحياة أهون من الخطأ في سفك مَحْجَمة من دم مسلم

“Hal yang seharusnya dijadikan kecenderungan oleh pembelajar adalah menghindari pengafiran (orang lain yang menyatakan dirinya sebagai Muslim) selama ia mendapatkan jalan untuk itu…. Dan kesalahan dalam membiarkan seribu orang (yang ternyata) kafir dalam kehidupan lebih ringan dibandingkan kesalahan dalam menumpahkan darah seorang Muslim.” [Al-Iqtishād fī aI-I`tiqād, hlm. 250-251, terbitan Universitas Ankara, Turki, tahun 1962 M. Lihat pula kitab yang sama dengan tahqīq Dr. Inshāf Ramadhān, Dār Qutaibah, Beirut, cet. pertama, 1423 H/2003 M, hlm. 176.]
Demikianlah, ketika seorang memvonis saudaranya sesama muslim dengan penyimpangan dalam hal agama, terlebih lagi dengan kekufuran, maka ia telah melakukan suatu pelecehan terberat, di mana jika vonis tersebut tidak benar maka akan kembali yang pengucapnya.
Kalaupun hendak memvonis orang lain sebagai ahli bid`ah, misalnya, maka hendaklah yang bersangkutan benar-benar mengetahui syarat dan batasan bid`ah serta ahli bid`ah (istīfā’ asy-syurūth wa intifā’ al-mawāni`), juga pertimbangan eksternal lainnya, semisal pertimbangan maslahat dan mudharat dalam pengambilan sikap kepada ahli bid`ah, dan bukan hanya sekedar ikut-ikutan kelompok atau ustadz semata. Sebab segala pendengaran, penglihatan dan hati akan dimintai pertanggungjawaban, terlebih lagi menyangkut hak dan kehormatan orang lain. Allāh `Azza wa Jalla berfirman,

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً

“Dan janganlah kamu ikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan dimintai pertanggungjawabannya.” [QS. Al-Isrā' (17): 36]

Semoga ada manfaatnya.
Salam,

SYARAT-SYARAT IMAN KEPADA TAUHID

Telah berkata Wahhab bin Munabbih kepada orang yang menanyakan padanya tentang :

اليس لا إله إلا الله مفتاح الجنة؟ قال بلى ولكن ما من مفتاح إلا وله أسنان, فإن جئت بمفتاح له اسنان فتح لك , و إلا لم يفتح لك
(صحيح البخارى , رواه تعلقافى كتاب الجنائز ح 1237)


“Bukankah (syahadat/satement) Tidak ada sembahan/ilah selain Allah sebagi kunci surga?“ Dia (Wahhab) telah menjawab :“Betul, akan tetapi tidaklah dari kunci melainkan padanya gigi-gigi. Maka jika mendatangkan kunci yang ada gigi-giginya kamu dapat membuka, dan jika tidak ada kamu tidak dapat membuka“.
(Shahih Al-Bukhari meriwayatkan secara Mu‘allaq, Kitab Al-Janaiz Hadits no. 1237)

Adapun gigi-gigi pada kunci tersebut yang dimaksud adalah syarat-syarat yang wajib dipenuhi dalam syahadat/statement Tauhid “Tidak ada sembahan/ilah selain Allah”.
Seseorang dikatakan mengimani Tauhid, wajib mencakup syarat-syarat sebagai berikut :
1. Al-Ilmu, adalah meniadakan kebodohan, dengan meniadakan yang diibadahi dengan benar selain Allah, dan menetapkan kepada Allah yang Maha Esa.

فإعلم انه لا إله إلا الله (سورة محمد:19)

“Maka ketahuilah (mulailah dengan ‘ilmu) sesungguhnya Tidak ada sembahan/ilah serlain Allah”. (Surat Muhammad ayat 19)

شهد الله انه لا إله إلا هو, والملئكة واولوا العلم قائما بالقسط, ل اإله إلا هو العزيز الحكيم (سورة ال عمران : 18)

“Allah telah bersaksi, sesungguhnya tidak ada sembahan/ilah selain Dia. Demikian juga para malaikat dan juga orang-orang yang berilmu (cendekiawan) menegakkan dengan adil, Tidak ada sembahan/ilah selain Dia yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana”. (Surat Ali ‘Imran ayat 18).

2. Al-Yaqin, adalah meniadakan keraguan, menjadikan hati istiqomah ber-Tauhid dengan tanpa keraguan. Yaqin secara tetap. Maka sesungguhnya Iman tidaklah cukup padanya tanpa ilmu yaqin, bukanlah ilmu persangkaan. Telah berkata Allah سبحانه و تعالى :

إنما المؤمنون الذين أمنوا بالله ورسوله ثم لم يرتابوا و جاهدوا بأموالهم و أنفسهم فى سبيل الله, اولئك هم الصادقين
(سورة الحجرات : 15)


“Sesungguhnya hanyalah orang-orang yang beriman adalah orang yang mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidaklah ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta-harta mereka dan jiwa-jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar”.
(Surat Al-Hujurat ayat 15).
Dan Abu Hurairah berkata, telah berkata Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam :

أشهدأن لا إله إلا الله و أنا رسول الله, لا يلقى الله بهما عبد غير شاك فيهما إلا دخل الجنة(صحيح مسلم كتاب الإيمان ح 27, 31)

”Aku bersaksi bahwa Tidak ada sembahan/ilah selain Allah dan sesungguhnya aku adalah utusan (Rasul) Allah, tidaklah seorang hambapun akan menjumpai Allah tanpa keraguan (syak), melainkan dia masuk surga”. (Shahih Muslim Kitab Al-Iman Hadits no. 27, 31).

3. Al-Qabul, adalah menerima dan menunaikan Tauhid dengan hati dan lisan. Allah telah mengisahkan kepada kita tentang kabar yang telah lampau berkenaan akibat/kesudahan orang-orang terdahulu dan menimpakan siksa sebab menolak dan enggan men-Tauhid-kan Allah.

وكذالك ماارسلنامن قبلك فى قرية من نذير, إلا قال مترفوها, إناوجدناأباءناعلى امة و إناعلى أثرهم مقتدون.
قال اولوجئتكم باهدى مماوجدتم عليه اباءكم, قالواإنابماارسلتم به كافرون.
فانتقمنامنهم فانظركيف كان عاقبةالمكذبين
(سورة الزخرف : 23 – 25)


“Dan sebagaimana tidaklah kami telah mengutus sebelummu (Muhammad j ) pada suatu negeri seorang pemberi peringatan melainkan telah berkata orang yang berlebihan/hidup mewah “sesungguhnya kami telah mendapati bapak-bapak kami menganut agama dan sesungguhnya kami pengikut jejak-jejak mereka. (Rasul itu) telah berkata “dan apakah bila aku datangkan kepada kalian petunjuk (kamu tetap mengikuti) agama yang kalian dapatkan dari bapak-bapak kalian?”, mereka menjawab :”sesungguhnya kami mengingkari agama yang kalian diutus menyampaikannya”. Maka Kami binasakan mereka. Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan”. (Surat Az-Zuhruf ayat 23 – 25).

إنهم كانواإذاقيل لهم لاإله إلاالله يستكبرون
ويقولون ائن لتاركواالهتنالشاعرمجنون
(سورة الصافت : 35 – 36)


“Sesungguhnya mereka bila dikatakan kepada mereka “Tidak ada sembahan/ilah selain Allah”, mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata “apakah kami akan meninggalkan sembahan-sembahan/alihah kami untuk (mengikuti) penyair gila”. (Surat Ash-Shafat ayat 35, 36).

4. Al-Inqiyad, adalah mengikatkan diri ber-Tauhid. Dan Al-Istislam, adalah berserah diri kepada Allah. Meniadakan untuk meninggalkannya.

ومن يسلم وجهه إلى الله وهومحسن فقداستمسك بالعروة الوثقى … (سورة لقمان : 22)

“Dan barangsiapa menyerahkan wajahnya kepada Allah, dan dia berbuat baik (muhsin), maka sungguh telah berpegang dengan tali yang kokoh”. (Surat Luqman ayat 22).
Tali yang kokoh adalah dengan Tidak ada sembahan/ilah kecuali Allah.

5. Ash-Shidqu (jujur), adalah meniadakan kedustaan, bahwasanya mengatakan kebenaran/kejujuran dari hati, hatinya mufakat dengan lisannya.

أحسب الناس ان يتركواان يقولواأمناوهم لا يفتنون.
ولقد فتناالذين من قبلهم فليعلمن الله الذين صدقواوليعلمن الكاذبين
(سورة العنكبوت : 2 – 3)


“Apakah manusia-manusia telah mengira, bahawa mereka ditinggalkan (begitu saja), bahwa mereka mengatakan “kami telah beriman”, sedangkan mereka tidak diuji. Dan sungguh-sungguh kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar/jujur dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”.
(Surat Al-Ankabut ayat 2, 3).

6. Al-Ikhlash, adalah mensucikan amalan dengan niat yang Shalih, jauh dari berbagai kesyirikan.

ألا لله الدين الخالص (سورة الزمر : 3)

“Ingatlah, bagi Allah Ad-Diin (agama, aturan) yang murni”. (Surat Az-Zumar ayat 3)

وماأمرواإلا ليعبدواالله مخلصين له الدين, حنفاء و يقيمواالصلوة… (سورة البينة : 5)

“Dan tidaklah mereka diperintah melainkan agar mereka beribadah kepada Allah dengan ikhlas karena Allah sesuai Ad-Diin yang lurus, dan mendirikan Shalat ….” (Surat Al-Bayyinah ayat 5).
Dari Abu Hurairah رضىالله عنه , berkata Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam :

أسعدالناس بشفاعتى يوم القيامة من قال لا إله إل الله خالصا من قلبه أو نفسه
(صحيح البخارى كتاب العلم ح 98)


”Manusia yang paling bahagia dengan syafaatku pada hari qiyamat adalah yang telah berkata “Tidak ada sembahan/ilah selain Allah” secara ikhlash dari hatinya atau jiwanya”.
(Shahih Al-Bukhari Kitab Al-‘Ilmu Hadits no. 98)

7. Al-Mahabbah, adalah mencintai dan melazimi kalimat Tauhid, dan membenci apa-apa yang membatalkan ber-Tauhid.

ومن الناس من يتخذمن دون الله أندادايحبونهم
كحب الله, والذين أمنواأشدحبالله
(سورة البقرة : 165)


“Dan dari sebagian manusia menjadikan selain Allah sebagai tandingan-tandingan, mereka mencintai tandingan-tandingan itu seperti menciintai Allah. Dan orang-orang yang beriman lebih dahsyat/hebat cintanya kepada Allah”. (Surat Al-Baqarah ayat 165).

يأيهاالذين أمنوا من يرتد منكم عن دينه فسوف يأتى الله بقوم يحبهم ويحبونه, أذلة على المؤمنين أعزة على الكافرين,يجاهدون فى سبيل الله ولا يخافون لومة لائم
(سورة المائدة : 53)


“Wahai orang-orang yang beriman, barangsiapa murtad diantara kalian dari diin/Agama Islam, maka Allah akan mendatang suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka mencintai Allah, mereka bersikap merendah terhadap orang-orang yang beriman, bersikap tegas (lebih mulia) terhadap orang-orang kafir, mereka berjihad di jalan Allah, dan tidaklah mereka takut celaan para pencela”. (Surat Al-Maidah ayat 53).
Telah berkata Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam :

ثلاث من كن فيه وجد حلا وة الإيمان أن يكون الله و رسوله أحب إليه مما سواهماوأن يحب المرء لا يحبه إلا لله و أن يكره أن يعود فى ألكفر كما يكره أن يقذف فى النار
(صحيح البخارى كتاب الإيمان ح 15 , صحيح مسلم كتاب الإيمان ح 60)

”Tiga orang yang keadaan padanya telah mendapatkan manisnya iman, bahwasanya menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai padanya dari selain keduanya, dan mencintai seseorang tidaklah ia mencintai melainkan karena Allah, dan bahwasanya ia membenci kembali kepada kekufuran sesudah Allah selamatkan dia dari kekufuran sebagaimana dia membenci dilemparkan ke dalam neraka”.
(Shahih Al-Bukhari Kitab Al-Iman Hadits no. 15, Shahih Muslim Kitab Al-Iman Hadits no. 60).

قل إن كنتم تحبون الله فإتبعونى يخببكم الله و يغفرلكم ذنوبك, والله غفور رحيم
(سورة ال عمران : 31)


“Katakanlah (Wahai Muhammad j) : jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku. Niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Surat Ali ‘Imran ayat 31)

Dengan demikian, untuk Mahabbah (mencintai) Allah wajiblah Ittiba’ (mengikuti) Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, menjadikan uswah dan qudwah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.

والله أعلم