TEMPOR CYBER™  mengucapkan . . . MARHABAN YAA RAMADHON 1437 H

WELCOME TO TEMPOR CYBER™...

Tempor Cyber™ adalah situs informasi yang menyajikan berita-berita terkini,baik berita daerah,berita dalam negeri maupun berita luar negeri juga menyampaikan segudang berita gosip, dunia intertainment, tips trik komputer, dan lain sebagainya yang tentunya semata-mata untuk memanjakan anda sebagai pembaca.

BLACKBERRY MERAIH SUKSES DI INDONESIA

Kemampuan Playbook cukup hebat, wajar karena ia dipersiapkan untuk menjadi lawan bagi iPad 2. Menggunakan layar sentuh kapasitif, LCD 7 inch WSVGA yang memiliki resolusi 1024 x 600. Perangkat ini didukung penuh multi touch dan gesture.

Galaxy SII Ditarget Teruskan Kejayaan Galaxy S

Galaxy S II menggunakan sistem operasi Android 2.3 alias Gingerbread. Disertai prosesor 1,2 GHz dual core dan RAM 1 GB yang membuat performanya makin mulus. Selain itu masih ditambahi interface andalan Samsung yaitu TouchWiz versi 4.0, diharapkan memudahkan pengguna dalam mengoptimalkan Android 2.3 Gingerbread.

KAPOLDA JATENG KEDEPANKAN PENCEGAHAN,REDAM AKSI ANARKIS MASSA

Peragaan Sispamkota ini melibatkan 933 personil, baik dari unsur TNI/Polri maupun Satpol PP. Selain penanganan unjuk rasa, dalam kesempatan itu juga diperagakan simulasi penanganan teror bom.

LASKAR PELANGI MEMBEDAH DUNIA PENDIDIKAN

Menceritakan tentang persahabatan dan setia kawanan yang erat dan juga mencakup pentingnya pendidikan yang begitu mendalam. Serta kisahnya yang mengharukan.

IPAD-3 BAKAL PAKAI LAYAR RETINA DISPLAY??

iPhone generasi pertama hingga Apple 3GS memakai resolusi HVGA 320 x 480 pixel yang kemudian ditingkatkan 2 kalinya pada iPhone 4 menjadi 960 x 640 pixel. Sementara, pada iPad 3, tidak heran resolusinya yang saat ini sebesar 1024 x 768 juga telah dinaikkan menjadi dua kali yaitu 2048 x 1536 pixel

ARTI PERSAHABATAN SEBENARNYA

Satukan dua tangan yang lain menjadi satu genggaman yang kukuh bersama tuk meringankan beban antara satu dengan yang lain

ALON - ALON SIMPANG LIMA PATI-JATENG

Alon-alon Simpang Lima Pati nampak tenang pada siang hari,sungguh jauh berbeda kenyataannya kala malam hari yang penuh sesak dikunjungi para pedagang dan warga Pati tentunya.

PENYAMBUTAN PENGHARGAAN ADIPURA

Kabupaten Pati memperoleh perhargaan ADIPURA ini untuk kesekian kalinya.Sebagai warga Pati,kami sangat bangga terhadap penghargaan ini.Maju terus Kota Kelahiranku.

PRESIDEN SOESILO BAMBANG YUDHOYONO PIMPIN UPACARA DI ISTANA NEGARA

Peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Ri berlangsung khidmat. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai inspektur upacara dalam upacara yang berlangsung di halaman Istana Merdeka.

Kamis, 04 Agustus 2011

KEUTAMAAN DAN AYAT-AYAT AL QUR'AN TENTANG SABAR

Allah Ta’ala berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung.”

Dan Allah Ta’ala berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأَمْوَالِ وَالأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah:155)
Dan Allah Ta’ala berfirman:


إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Az-Zumar:10)

Dan Allah Ta’ala berfirman:


وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الأُمُورِ
“Tetapi orang yang bersabar dan mema`afkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (Asy-Syuuraa:43)


Dan Allah Ta’ala berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah:153)
 

Dan Allah Ta’ala berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kalian agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar diantara kalian.” (Muhammad:31)
Dan ayat-ayat yang memerintahkan sabar dan menerangkan keutamaannya sangat banyak dan dikenal.
Pengertian dan Jenis-jenis Sabar
Ash-Shabr (sabar) secara bahasa artinya al-habsu (menahan), dan diantara yang menunjukkan pengertiannya secara bahasa adalah ucapan: “qutila shabran” yaitu dia terbunuh dalam keadaan ditahan dan ditawan. Sedangkan secara syari’at adalah menahan diri atas tiga perkara: yang pertama: (sabar) dalam mentaati Allah, yang kedua: (sabar) dari hal-hal yang Allah haramkan, dan yang ketiga: (sabar) terhadap taqdir Allah yang menyakitkan.


Inilah macam-macam sabar yang telah disebutkan oleh para ‘ulama.
Jenis sabar yang pertama: yaitu hendaknya manusia bersabar terhadap ketaatan kepada Allah, karena sesungguhnya ketaatan itu adalah sesuatu yang berat bagi jiwa dan sulit bagi manusia. Memang demikianlah kadang-kadang ketaatan itu menjadi berat atas badan sehingga seseorang merasakan adanya sesuatu dari kelemahan dan keletihan ketika melaksanakannya. Demikian juga padanya ada masyaqqah (sesuatu yang berat) dari sisi harta seperti masalah zakat dan masalah haji.
Yang penting, bahwasanya ketaatan-ketaatan itu padanya ada sesuatu dari masyaqqah bagi jiwa dan badan, sehingga butuh kepada kesabaran dan kesiapan menanggung bebannya,

Allah berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung.” (Aali ‘Imraan:200)


Allah juga berfirman

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاَةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (Thaahaa:132)


إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْءَانَ تَنْزِيلاً(23) فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur. Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu.” (Al-Insaan:23-24)
Ayat ini menerangkan tentang sabar dalam melaksanakan perintah-perintah, karena sesungguhnya Al-Qur`an itu turun kepadanya agar beliau (Rasulullah) menyampaikannya (kepada manusia), maka jadilah beliau orang yang diperintahkan untuk bersabar dalam melaksanakan ketaatan.
Dan Allah Ta’ala berfirman:

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya.” (Al-Kahfi:28)

Ini adalah sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah.

Jenis sabar yang kedua: yaitu bersabar dari hal-hal yang Allah haramkan sehingga seseorang menahan jiwanya dari apa-apa yang Allah haramkan kepadanya, karena sesungguhnya jiwa yang cenderung kepada kejelekan itu akan menyeru kepada kejelekan, maka manusia perlu untuk mengekang dan mengendalikan dirinya, seperti berdusta, menipu dalam bermuamalah, memakan harta dengan cara yang bathil, dengan riba dan yang lainnya, berbuat zina, minum khamr, mencuri dan lain-lainnya dari kemaksiatan-kemaksiatan yang sangat banyak.
Maka kita harus menahan diri kita dari hal-hal tadi jangan sampai mengerjakannya dan ini tentunya perlu kesabaran dan butuh pengendalian jiwa dan hawa nafsu.
Diantara contoh dari jenis sabar yang kedua ini adalah sabarnya Nabi Yusuf ‘alaihis salaam dari ajakan istrinya Al-’Aziiz (raja Mesir) ketika dia mengajak (zina) kepadanya di tempat milik dia, yang padanya ada kemuliaan dan kekuatan serta kekuasaan atas Nabi Yusuf, dan bersamaan dengan itu Nabi Yusuf bersabar dan berkata:

قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلاَّ تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ

“Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” (Yuusuf:33)

Maka ini adalah kesabaran dari kemaksiatan kepada Allah.
Jenis sabar yang ketiga: yaitu sabar terhadap taqdir Allah yang menyakitkan (menurut pandangan manusia).
Karena sesungguhnya taqdir Allah ‘Azza wa Jalla terhadap manusia itu ada yang bersifat menyenangkan dan ada yang bersifat menyakitkan.
Taqdir yang bersifat menyenangkan; maka butuh rasa syukur, sedangkan syukur itu sendiri termasuk dari ketaatan, sehingga sabar baginya termasuk dari jenis yang pertama (yaitu sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah). Adapun taqdir yang bersifat menyakitkan; yaitu yang tidak menyenangkan manusia, seperti seseorang yang diuji pada badannya dengan adanya rasa sakit atau yang lainnya, diuji pada hartanya –yaitu kehilangan harta-, diuji pada keluarganya dengan kehilangan salah seorang keluarganya ataupun yang lainnya dan diuji di masyarakatnya dengan difitnah, direndahkan ataupun yang sejenisnya.
Yang penting bahwasanya macam-macam ujian itu sangat banyak yang butuh akan adanya kesabaran dan kesiapan menanggung bebannya, maka seseorang harus menahan jiwanya dari apa-apa yang diharamkan kepadanya dari menampakkan keluh kesah dengan lisan atau dengan hati atau dengan anggota badan.


Allah berfirman:

فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ
“Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu.” (Al-Insaan:24)

MAKNA-MAKNA DAN HIKMAH-HIKMAH BULAN RAMADHAN

Bulan Ramadhan selain bulan yang penuh berkah sebenarnya mempunyai beberapa nama julukan. Nama-nama itu merefleksikan makna keberkahan Ramadhan yang dapat diraih bagi yang menjalaninya dengan benar. Tulisan ini sebenarnya ulasan dari suatu artikel yang saya baca setahun yang lalu di beberapa situs Internet yang menjelaskan nama-nama lain bulan Ramadhan. Tapi, meskipun informasinya sudah beredar lama di masyarakat, tidak ada salahnya juga kan kalau kita mengingat kembali makna dan hikmah nama-nama bulan Ramadhan yang dikenal Umat Islam.

Bagi Umat Islam, pengidentifikasian nama-nama bulan Ramadhan dengan berbagai sinonimnya sebenarnya mengandung maksud. Nama-nama itu diungkapkan dengan singkat dan tepat sebagai “pengingat cepat atau penggugah” dan “keywords” tentang apa yang sebaiknya dilakukan di bulan tersebut. Selain itu, nama-nama bulan Ramadhan juga menyatakan berkah dan maghfirah yang dapat diraih pada kondisi dan suasana paling baik selama satu tahun ke belakang dan ke depan (Ramadhan tahun depan seandainya masih bisa diberi umur).


Demikian banyaknya keutamaan dan peluang untuk berubah di hadapan Allah SWT di bulan Ramadhan ini hingga bulan Ramadhan sering dikiaskan dengan perumpamaan Tamu Agung yang istimewa. Perumpamaan dan keistimewaan itu tidak saja menunjukkan kesakralannya dibandingkan dengan bulan lain. Namun, mengandung suatu pengertian yang lebih nyata pada aspek penting adanya peluang bagi pendidikan manusia secara lahir dan batin untuk meningkatkan kualitas ruhani maupun jasmaninya seoanjang hidupnya.

Karena itu, Bulan Ramadhan dapat disebut sebagai Syahrut Tarbiyah atau Bulan Pendidikan. Penekanan pada kata Pendidikan ini menjadi penting karena pada bulan ini kita dididik langsung oleh Allah SWT. Pendidikan itu meliputi aktivitas yang sebenarnya bersifat umum seperti makan pada waktunya sehingga kesehatan kita terjaga. Atau kita diajarkan oleh supaya bisa mengatur waktu dalam kehidupan kita. Kapan waktu makan, kapan waktu bekerja, kapan waktu istirahat dan kapan waktu ibadah. Jadi, pendidikan itu berhubungan langsung dengan penataan kembali kehidupan kita di segala bidang.

Menata kehidupan sesungguhnya bagian dari proses mawas diri atau introspeksi. Jadi, bulan Ramadhan sesungguhnya bulan terbaik sebagai masa mawas diri yang intensif. Proses mawas diri melibatkan evaluasi diri ke wilayah kedalaman jiwa untuk dinyatakan kembali dalam keseharian sebagai akhlak dan perilaku mulai yang membumi. Tentunya evaluasi ini didasarkan atas pengalaman hidup sebelumnya yaitu pengalaman atas semua peristiwa dan perilaku sebelas bulan sebelumnya sebagai ladang maghfirah yang sudah disemai dan ditanami pohon benih-benih perbuatan. Selain itu, evaluasi juga mencakup taksiran untuk kehidupan di masa depan, baik di dunia maupun di akhirat nanti.

Pada masa Rasulullah peperangan fisik banyak terjadi pada bulan Ramadhan dan itu semua dimenangkan kaum muslimin. Peperangan fisik di masa Rasulullah adalah suatu keharusan yang tidak dapat ditolak karena situasi dan kondisi yang dihadapi saat itu. Namun, seperti diungkapkan dalam hadis Nabi seusai Perang Badar, yang paling berat adalah peperangan kita untuk berjihad melawan hawa nafsu sendiri. Karena itu bulan Ramadhan sering disebut sebagai Syahrul Jihad dengan fokus pada pengendalian hawa nafsu diri sendiri (yaitu Wa Nafsi, simak QS 91:7).

Jihad melawan nafsu adalah ungkapan untuk menyucikan dan memurnikan nafsu kita untuk kembali semurni-murninya, yaitu dalam keadaan fitri. Ungkapan ini sebenarnya berasal dari firman Allah dalam QS 91:7-10 dan beberapa ayat lainnya yang berbunyi senada yaitu menyucikan jiwa. Menyucikan Jiwa adalah syarat yang mengiringi proses awal penerimaan wahyu yaitu IQRA (simak QS 96:1-5). Hal ini tentunya erat kaitannya dengan buah dari pendidikan jiwa secara intuitif maupun intelektual murni (atau intelek awal), dengan rasionalitas dan penyingkapan tabir-tabir gelap jiwa kita yang sejatinya “Ummi” dan “Fakir” di hadapan Allah, Rabbul ‘Aalamin (Pencipta, Pemelihara dan Pendidik semua makhlukNya).

Dari kedua pengertian nama bulan Ramadhan sebagai Bulan Pendidikan dan Bulan Jihad Melawan hawa nafsu tersebut, maka terungkaplah kemudian nama bulan Ramadhan sebagai Syahrul Qur’an. Al-Qur’an pertama sekali diturunkan di bulan Ramadhan dan pada bulan ini sebaiknya kita banyak membaca dan mengkaji kandungan Al-Qur’an sehingga kita faham dan mengerti perintah Allah yang terkandung di dalamnya. Karenanya, penamaan Syahrul Tarbiyah dan Syahrul Jihad sebenarnya berhubungan dengan suatu prakondisi sebelum Nabi Muhammad SAW menerima al-Qur’an sebagai Wahyu yang diwahyukan. Dalam konteks ini maka bulan Ramadhan sebagai Syahrul Qur’an sebenarnya merupakan peluang bagi semua Umat Islam yang bersyahadat dengan Nama Muhammad untuk mengkaji dan menggali nilai-nilai spiritual al-Qur’an untuk dinyatakan menjadi akhlak mulia alias akhlak Muhammad alias akhlak Qur’ani.

Pendek kata, Bulan Ramadhan sebenarnya merupakan napak tilas bagi semua Umat Islam untuk memakrifati perjanjiannya dengan Allah SWT (syahadatnya) sebagai manusia yang dilahirkan dan berkembang untuk menjalani hidup dengan kesadaran kudus. Napak tilas ini dilakukan lebih intim di Bulan Ramadhan dimana Umat Islam diharapkan dapat mengalami keadaan jasmani dan ruhani yang mirip dengan yang dialami Nabi Muhammad SAW ketika Al Qur’an turun ke Bumi. Inilah rahasianya kenapa di bulan ini ada yang disebut penyendirian total dengan I’tikaf di masjid pada 10 terakhir bulan Ramadhan dan ada malam Lailatul Qadar atau malam 1000 bulan. Karena itu, menurut saya, Ramadhan dapat disebut juga sebagai bulan napak tilas Nuzulul Qur’an dan Pemurnian Pengetahuan Tauhid dengan Aslim dan Islam yang lurus seperti halnya moyang Nabi Muhammad SAW dulu yaitu Ibrahim a.s yang memenggal kepala berhala yang dipuja kaumnya. Dari sini makna jihad melawan hawa nafsu pun dapat diungkapkan kembali sebagai jihad untuk memenggal kepala berhala-berhala hawa nafsu yang masih bercokol di dalam hati Umat Islam.

Selain prosesi yang bersifat keruhanian dengan pendidikan dan penerapan praktisnya, di bulan Ramadhan kita merasakan sekali suasana ukhuwah diantara kaum muslimin terjalin sangat erat dengan selalu berinteraksi di Masjid/Mushollah untuk melakkukan sholat berjama’ah. Dan diantara tetangga juga saling mengantarkan perbukaan sehingga antara kaum muslimin terasa sekali kebersamaan dan kesatuan kita. Syahrrul Ukhuwah adalah dimensi praktek yang dinyatakan bersamaan dengan pendidikan jasmani dan ruhani di bulan Ramadhan.

Seiring dengan semua itu, maka semakin jelaslah bahwa Bulan Ramadhan disebut juga sebagai Bulan Ibadah karena pada bulan ini kita banyak sekali melakukan ibadah-ibadah sunnah disamping ibadah wajib seperti sholat sunnat dhuha, rawatib dan tarawih ataupun qiyamullai serta tadarusan al-Ar’an. Bahkan dalam pengertian yang lebih luas, dimana semua makhluk diciptakan Allah sebagai hambaNya, maka semua aktivitas jasmani dan ruhani kita di Bulan Ramadhan dilatih untuk selalu menyatakan kebiasaan-kebiasaan luhur bahwa semua aktivitas kehidupan kita sejatinya adalah ibadah kepadaNya. Inilah dimensi makrifat Ramadhan ketika Umat Islam memasuki ketakwaan sesungguhnya sebagai tujuan dari diwajibkannya puasa (QS 2:183).

Untuk menjadi manusia takwa, peningkatan kualitas kemanusiaan terjadi di wilayah lahir maupun batin. Artinya dengan pemaknaan, pemahaman, ilmu dan tindakan yang seimbang dengan Kehendak Allah. Dengan hati, akal, dan perbuatan seluruh bagian tubuh manusia. Puasa Umat Islam di Bulan Ramadhan, akhirnya memang bukan sekedar menahan lapar dan haus secara harfiah. Namun, meliputi seluruh kenyataan diri kita sebagai makhluk yang berjasad, berjiwa, dan diberi amanat Ilahi untuk mengungkapkan jati diri kekhalifahanNya (kemampuannya untuk menerima amanat Pengetahuan Tauhid).

Karenanya, tolok ukur keberhasilan seseorang menjalankan puasa Ramadhan sebagai manusia yang takwa justru akan terlihat bukan hanya saat puasa dilaksanakan semata. Hasil puasa Ramadhan yang optimal dengan kiasan 1000 bulan, justru harus lebih banyak mempengaruhi perilaku manusia di waktu sesudah puasa, yaitu 11 bulan ke depan sampai kematian tiba. Penekanan dengan sisipan “harus” ini untuk mengingatkan kita supaya jangan menjadi bodoh dan lalai kembali seolah-olah Umat Islam hanya menjadi umat yang baik di bulan Ramadhan dan menjelang Iedul Fitri saja. Suasana Ramadhan harus dapat disebarkan kedalam rentang waktu 11 bulan kedepan setelah Ramadhan dan Iedul Fitri. Itulah sebenarnya Ladang Maghfirah yang harus mulai kembali diolah terus menerus untuk ditanami dengan amaliah kehidupan untuk menghasilkan buah-buah kehidupan yang paripurna.

Ladang Maghfirah adalah modal sekaligus peluang bagi manusia untuk kembali sadar dan berjalan di jalan Shirathaal Mustaqiim dan sampai dengan selamat di hadirat Allah SWT. Peluang ini berlaku bagi semua umat Islam yang dewasa dan bertanggung jawab, yang jiwanya selama menjalani kehidupan telah terkontaminasi oleh berbagai perbuatan yang tidak patut dalam ukuran norma Iman dan Islam. Tidak ada batasan ketika peluang itu dinyatakan saat Ramadhan yaitu bagi semua perbuatan yang dilakukan dengan sengaja ataupun tidak. Karena itu, di bulan Ramadhan yang diwajibkan untuk berpuasa dengan tujuan menjadi takwa, maka jiwa Umat Islam sesungguhnya “dapat” diperhalus kembali ke posisi fitri untuk melangkah kembali ke masa depan dan menjalani kehidupan dengan cerapan makna yang semakin meningkatkan kualitas kemanusiaannya (yaitu sebagai manusia takwa).

Ramadhan, kembali dan selalu akan kembali selama kita masih hidup. Dan selama kita hidup pula, Allah SWT selalu menyediakan waktu ampunan bagi semua manusia, khususnya Umat Islam, untuk berdekat-dekatan dengan keintiman khusus yang disebut Bulan Ramadhan. Jadi, luruskanlah niat untuk beribadah Ramadhan dengan totalitas kehambaan di hadapanNya, tertunduk dan berserah diri padaNya dengan jujur guna meraih ketakwaan sesungguhnya. Marhaban Ya Ramadhan, dalam kesempatan ini, saya sekaligus mohon maaf lahir dan batin kalau ada salah tulis atau salah kata.

BILA ISTRI TIDAK LAGI MEMATUHI SUAMI

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb. 
Istri yang tidak mau menuruti perkataan suami, bahkan selalu membantah setiap perintahnya dapat dikategorikan sebagai tindakan nusuz. Dan wanita tersebut dianggap berdosa karena tindakannya tersebut. Karena sebagai istri ia harus mentaati segala perintah suaminya, selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan perintah Alloh dan Rasulullah-Nya. Dalam Al-Qur’an Alloh SWT berfirman:
 
 الرِّ‌جَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّـهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّـهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُ‌وهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِ‌بُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّـهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرً‌ا

“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu maka janganlah kamu mencari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Alloh Maha Tinggi lagi maha Besar.” (An-Nisaa: 34) 

وَإِنِ امْرَ‌أَةٌ خَافَتْ مِن بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَ‌اضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَالصُّلْحُ خَيْرٌ‌ ۗ وَأُحْضِرَ‌تِ الْأَنفُسُ الشُّحَّ ۚ وَإِن تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّـهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرً‌ا 

“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu, maka sesungguhnya Alloh adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” 
 (An-Nisaa: 128) 

Dalam surat An-Nisaa ayat 34 di atas, Alloh menjelaskan tentang kedudukan suami sebagai pemimpin keluarga dan juga menjelaskan tentang kewajiban istri untuk mentaati suami. Jika ternyata dalam realita terjadi nusuz dari pihak istri terhadap suami dengan tidak mengindahkan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhinya, maka Islam mengajarkan langka-langkah yang harus dilakukan oleh suami sebagai pemimpin untuk mengarahkan istri kembali ke jalan yang benar. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: 

Pertama: Hendaklah sang suami menasehati istrinya dengan sebaik-baiknya, seraya mengingatkannya akan kewajiban-kewajiban yang mesti dijalankannya serta mengingatkan bahwa Alloh SWT menjanjikan pahala yang besar jika ia mampu menunaikannya dan siksaan yang sangat pedih jika ia melanggarnya. 

Kedua: Memisahkan istri dari tempat tidurnya atau membelakanginya ketika tidur, sebagai sebuah pelajaran dari suami. Biasanya seorang istri akan merasa tersisksa jika suami memperlakukan demikian karena seakan-akan suami sudah tidak memperhatikannya lagi 

Ketiga: Ini adalah langkah yang terakhir, jika langkah pertama dan kedua sudah tidak mempan lagi untuk menyadarkan istri. Suami boleh memukul istrinya dengan maksud untuk menyadarkan istri akan keawiban-kewajibannya. Dengan syarat hal tersebut tidak dilakukan dengan penuh amarah dan kebencian, namun didasari kecintaan suami untuk menyadarkan si istri. Langkah yang ketiga ini harus dilakukan sebagai alternatif terakhir jika isteri belum sadar juga, dan harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai membuat isterinya celaka. Dan perlu diingat bahwasnya pukulan yang diperbolehkan adalah pukulan yang tidak membekas di tubuh istri sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah SAW dan para ulama. 

Wallahu a‘lam bishshowab. Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

MENYIKAPI ISTRI DURHAKA

Assalamu alaikum wr.wb.
Istri yang tidak mau menuruti perkataan suami, bahkan selalu membantah setiap perintahnya yang benar dari sisi syariat maka dapat dikategorikan sebagai isteri yang telah berbuat nusyuz (durhaka). Ia dianggap berdosa karena sebagai istri ia harus mentaati segala perintah suaminya, selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Bagaimana menyikapi wanita yang durhaka? tidak harus dengan langsung menceraikannya. Namun yang perlu dilakukan sebagaimana petunjuk Allah dalam Alquran,
الرِّ‌جَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّـهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّـهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُ‌وهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِ‌بُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّـهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرً‌ا
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu maka janganlah kamu mencari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi maha Besar.” (An-Nisaa: 34)
Dalam surat An-Nisaa ayat 34 di atas, Allah menjelaskan tentang kedudukan suami sebagai pemimpin keluarga dan juga menjelaskan tentang kewajiban istri untuk mentaati suami. Jika ternyata dalam realita terjadi nusuz dari pihak istri terhadap suami dengan tidak mengindahkan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhinya, maka Islam mengajarkan langka-langkah yang harus dilakukan oleh suami sebagai pemimpin untuk mengarahkan istri kembali ke jalan yang benar. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama: Hendaklah sang suami menasehati istrinya dengan cara yang baik, seraya mengingatkannya akan kewajiban-kewajiban yang mesti dijalankannya serta mengingatkan bahwa Allah SWT menjanjikan pahala yang besar jika ia mampu menunaikannya dan siksaan yang sangat pedih jika ia melanggarnya.
Kedua: Memisahkan istri dari tempat tidurnya atau membelakanginya ketika tidur, sebagai sebuah pelajaran dari suami. Biasanya seorang istri akan merasa tersiksa jika suami memperlakukan demikian karena seakan-akan suami sudah tidak memperhatikannya lagi.
Ketiga: Ini adalah langkah yang terakhir, jika langkah pertama dan kedua sudah tidak mempan lagi untuk menyadarkan istri. Suami boleh memukul istrinya dengan maksud untuk menyadarkan istri akan keawiban-kewajibannya. Dengan syarat hal tersebut tidak dilakukan dengan penuh amarah dan kebencian, namun didasari kecintaan suami untuk menyadarkan si istri. Langkah yang ketiga ini harus dilakukan sebagai alternatif terakhir jika isteri belum sadar juga, dan harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai membuat isterinya celaka. Dan perlu diingat bahwasnya pukulan yang diperbolehkan adalah pukulan yang tidak membekas dan tidak melukai tubuh istri.
Jika ketiga langkah di atas telah dilakukan namun tidak membuahkan hasil, maka perlu adanya seorang mediator untuk memberikan nasihat dan perbaikan. Allah befirman,
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِّنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِّنْ أَهْلِهَا إِن يُرِ‌يدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّـهُ بَيْنَهُمَا ۗ إِنَّ اللَّـهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرً‌ا

"Jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, kirimlah seorang hakam (juru damai) dari keluarga laki-laki dan dari keluarga perempuan. Jika keduanya bermaksud memberikan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu." (QS an-Nisa: 35)
Jika semua cara sudah ditempuh tetapi sikap isteri masih tetap tidak berubah, maka talak merupakan jalan terakhir yang  bisa Anda tempuh. Semoga Allah memberikan yang terbaik.
Wallahu a‘lam bishshowab.
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.