TEMPOR CYBER™  mengucapkan . . . MARHABAN YAA RAMADHON 1437 H

WELCOME TO TEMPOR CYBER™...

Tempor Cyber™ adalah situs informasi yang menyajikan berita-berita terkini,baik berita daerah,berita dalam negeri maupun berita luar negeri juga menyampaikan segudang berita gosip, dunia intertainment, tips trik komputer, dan lain sebagainya yang tentunya semata-mata untuk memanjakan anda sebagai pembaca.

BLACKBERRY MERAIH SUKSES DI INDONESIA

Kemampuan Playbook cukup hebat, wajar karena ia dipersiapkan untuk menjadi lawan bagi iPad 2. Menggunakan layar sentuh kapasitif, LCD 7 inch WSVGA yang memiliki resolusi 1024 x 600. Perangkat ini didukung penuh multi touch dan gesture.

Galaxy SII Ditarget Teruskan Kejayaan Galaxy S

Galaxy S II menggunakan sistem operasi Android 2.3 alias Gingerbread. Disertai prosesor 1,2 GHz dual core dan RAM 1 GB yang membuat performanya makin mulus. Selain itu masih ditambahi interface andalan Samsung yaitu TouchWiz versi 4.0, diharapkan memudahkan pengguna dalam mengoptimalkan Android 2.3 Gingerbread.

KAPOLDA JATENG KEDEPANKAN PENCEGAHAN,REDAM AKSI ANARKIS MASSA

Peragaan Sispamkota ini melibatkan 933 personil, baik dari unsur TNI/Polri maupun Satpol PP. Selain penanganan unjuk rasa, dalam kesempatan itu juga diperagakan simulasi penanganan teror bom.

LASKAR PELANGI MEMBEDAH DUNIA PENDIDIKAN

Menceritakan tentang persahabatan dan setia kawanan yang erat dan juga mencakup pentingnya pendidikan yang begitu mendalam. Serta kisahnya yang mengharukan.

IPAD-3 BAKAL PAKAI LAYAR RETINA DISPLAY??

iPhone generasi pertama hingga Apple 3GS memakai resolusi HVGA 320 x 480 pixel yang kemudian ditingkatkan 2 kalinya pada iPhone 4 menjadi 960 x 640 pixel. Sementara, pada iPad 3, tidak heran resolusinya yang saat ini sebesar 1024 x 768 juga telah dinaikkan menjadi dua kali yaitu 2048 x 1536 pixel

ARTI PERSAHABATAN SEBENARNYA

Satukan dua tangan yang lain menjadi satu genggaman yang kukuh bersama tuk meringankan beban antara satu dengan yang lain

ALON - ALON SIMPANG LIMA PATI-JATENG

Alon-alon Simpang Lima Pati nampak tenang pada siang hari,sungguh jauh berbeda kenyataannya kala malam hari yang penuh sesak dikunjungi para pedagang dan warga Pati tentunya.

PENYAMBUTAN PENGHARGAAN ADIPURA

Kabupaten Pati memperoleh perhargaan ADIPURA ini untuk kesekian kalinya.Sebagai warga Pati,kami sangat bangga terhadap penghargaan ini.Maju terus Kota Kelahiranku.

PRESIDEN SOESILO BAMBANG YUDHOYONO PIMPIN UPACARA DI ISTANA NEGARA

Peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Ri berlangsung khidmat. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai inspektur upacara dalam upacara yang berlangsung di halaman Istana Merdeka.

Selasa, 26 Juli 2011

Hukum-hukum Wudhu: Yang disepakati dan yang Diperselisihkan

Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَ‌افِقِ وَامْسَحُوا بِرُ‌ءُوسِكُمْ وَأَرْ‌جُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ.

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.”
(Al-Maidah: 6).

Hukum-hukum wudhu yang disepakati

1- Bahwa anggota wudhu adalah empat: wajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki sebagaimana yang tercantum dalam ayat.

2- Bahwa anggota wudhu yang dibasuh adalah tiga selain kepala, yang terakhir ini disapu atau diusap, anggota yang dibasuh tidak cukup dengan disapu sementara jika anggota yang diusap itu dibasuh, maka hal itu termasuk sikap berlebih-lebihan.

3- Bahwa kewajiban membasuh atau mengusap masing-masing anggota adalah sekali dengan syarat sempurna.

4- Bahwa sunnah membasuh adalah tiga kali tidak lebih, sementara mengusap diperselisihkan.

5- Bahwa sebelum berwudhu disyariatkan membasuh kedua telapak tangan tiga kali dan mengucapkan basmalah.

6- Bahwa batasan wajah adalah tempat tumbuhnya rambut yang umum sampai bagian bawah dagu, dan apa yang ada di antara kedua telinga.

7- Bahwa berkumur dan istinsyaq termasuk perkara yang disyariatkan sebelum membasuh wajah.

8- Bahwa membasuh kedua tangan dilakukan sampai siku, dan ‘sampai’ di sini berarti ‘dengan’ atau ‘bersama’, artinya siku termasuk yang harus dibasuh.

9- Bahwa mengusap seluruh kepala termasuk perkara yang disyariatkan, perselisihannya terjadi pada cukup tidaknya mengusap sebagian kepala.

10- Bahwa membasuh kedua kaki adalah sampai kedua mata kaki, mata kaki yaitu dua tulang menonjol di sebelah dalam dan luar kaki pada sambungan antara telapak kaki dengan betis.

11- Bahwa anggota yang berpasangan disyariatkan membasuh anggota kanan sebelum anggota kiri.

Hukum-hukum wudhu yang diperselisihkan

Basmalah sebelum wudhu


Tidak ada perbedaan di kalangan para ulama tentang dianjurkannya basmalah sebelum berwudhu, berdasarkan anjuran Rasulullah saw untuk mengucapkannya sebelum melakukan perkara-perkara penting, dan salah satunya adalah wudhu.

Menurut Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi'i dan Ahmad dalam salah satu riwayat darinya, basmalah adalah sunnah tidak wajib.

Sementara menurut Ahmad dalam riwayat yang lain, basmalah adalah wajib.

Pendapat yang berkata sunnah berdalil kepada ayat wudhu, di sana tidak disinggung basmalah, padahal ayat tersebut menyebutkan fardhu-fardhu wudhu, jika basmalah wajib lalu mengapa tidak disinggung oleh ayat? Di samping itu pendapat ini juga berdalil kepada hadits-hadits tentang wudhu Nabi saw yang tidak menyinggung basmalah.

Pendapat yang berkata wajib berdalil kepada hadits,

لاَ وُضُوْءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللهِ عَلَيْهِ

“Tidak ada wudhu bagi yang tidak menyebut nama Allah atasnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Titik persoalan masalah ini terletak pada shahih tidaknya hadits di atas, pendapat pertama tidak berdalil kepada hadits ini karena menurut mereka ia dhaif (lemah), sampai Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Aku tidak mengetahui hadits yang shahih dalam perkara basmalah dalam wudhu.” Atau kalau ia shahih maka maksudnya adalah tidak ada wudhu yang sempurna bagi… dan seterusnya, seperti yang dikatakan oleh Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’.

Sementara pendapat kedua berdalil kepada hadits ini karena mereka memandangnya shahih, di antara yang menguatkannya adalah Ibnu Hajar, Ibnu Qayyim, Ibnu Katsir, Syaikh Ahmad Syakir dan Syaikh al-Albani. (Takhrij lengkap terhadap hadits ini silakan pembaca merujuk buku Ensiklopedia Dzikir dan Doa, Imam an-Nawawi, penerbit Pustaka Shahifa Jakarta).

Menurut pendapat yang berkata wajib, basmalah wajib dalam keadaan ingat bukan lupa.

Berkumur dan beristinsyaq

Imam Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi'i dan Ahmad dalam salah satu riwayat darinya berkata, sunnah.

Imam Ahmad dalam riwayatnya yang lain berkata, wajib.

Imam Ahmad dalam riwayatnya yang lain berkata, berkumur sunnah dan beristinsyaq wajib.

Pendapat pertama berdalil kepada ayat wudhu di mana yang wajib hanya membasuh wajah, dan wajah menurut bahasa adalah anggota yang dengannya seseorang berartimuwajahah (bertemu dan berhadap-hadapan).

Di samping itu Nabi saw bersabda kepada seorang Arab pedalaman, “Berwudhulah sebagaimana yang diperintahkan Allah kepadamu.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan lainnya dari Abu Hurairah), dan yang diperintahkan Allah adalah yang tercantum dalam ayat.

Pendapat yang berkata wajib berdalil kepada wudhu Nabi saw yang disebutkan dalam hadits-hadits, di mana beliau selalu berkumur dan beristinsyaq, perbuatan beliau ini merupakan penjelasan terhadap maksud ayat wudhu. Di samping itu hidung dan mulut termasuk wajah karena tempat keduanya adalah wajah dan keduanya termasuk anggota luar, jadi keduanya wajib dibasuh dan membasuh keduanya adalah dengan berkumur dan beristinsyaq.

Pendapat yang berkata berkumur sunnah dan beristinsyaq wajib berdalil kepada hadits-hadits yang secara khusus memerintahkan beristinsyaq, di antaranya adalah sabda Nabi saw,

مَنْ تَوَضَّأَ فَلْيَسْتَنْثِرْ Barangsiapa siapa berwudhu maka hendaknya dia beristintsar.” (Muttafaq alaihi dari Abu Hurairah).

Dalam riwayat Muslim,

مَنْ تَوَضَّأَ فَلْيَسْتَنْشِقْ
Barangsiapa berwudhu maka hendaknya dia beristinsyaq.”

Terlepas dari sunnah atau wajibnya dua perkara ini, Nabi saw selalu melakukannya dan beliau adalah teladan bagi kita. Wallahu a'lam.

Berwudhu secara berurutan dan berkesinambungan

Wajibkah wudhu secara berurutan?

Tertib atau berurutan dalam berwudhu yakni memulai dengan membasuh wajah lalu kedua tangan dan seterusnya, menurut Imam asy-Syafi'i dan Ahmad adalah wajib, sementara menurut Imam Abu Hanifah dan Malik tidak wajib.

Pendapat pertama berdalil kepada ayat wudhu, firman Allah Ta’ala,Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.(Al-Maidah: 6).

Di dalam ayat di atas Allah Ta’ala menyebutkan anggota-anggota wudhu dimulai dengan wajah, kedua tangan dan seterusnya, hal tersebut harus diikuti sesuai dengan sabda Nabi saw bersabda, 
Aku memulai dengan apa yang Allah mulai. (HR. Muslim dari Jabir bin Abdullah).

Artinya, karena Allah telah memulai dengan wajah kemudian kedua tangan dan seterusnya maka aku pun seperti itu sebagaimana yang tercantum di dalam ayat. Dan inilah tertib atau berurutan.

Di samping itu disisipkannya kepala yang diusap di antara dua anggota yang dibasuh yaitu kedua tangan dan kedua kaki tidak lain kecuali menetapkan kewajiban tertib dalam berwudhu, karena jika tidak maka ayat akan menyebutkan anggota-anggota yang dibasuh, setelah itu anggota yang diusap.

Ditambah hadits-hadits shahih tentang wudhu Nabi saw, semuanya menjelaskan bahwa beliau berwudhu seperti dalam ayat.
Inilah pendapat yang shahih tanpa keraguan.

Adapun pendapat kedua maka ia beralasan bahwa penggabungan antara anggota-anggota wudhu dalam ayat dengan ‘dan’ tidak mengharuskan tertib. Dan alasan ini bukan apa-apa di depan dalil-dali pendapat pertama.

Wajibkah berwudhu secara berkesinambungan?

Berkesinambungan berarti tidak terputus, Imam Ahmad berpendapat wajib, sementara Imam asy-Syafi'i berpendapat tidak wajib.

Imam Ahmad berdalil kepada hadits Umar bin Khattab bahwa seorang laki-laki melalaikan bagian dari kakinya seluas kuku, Nabi saw melihatnya, maka beliau bersabda,Kembalilah dan perbaikilah wudhumu.Maka laki-laki itu kembali kemudian shalat. (HR. Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Abu Dawud meriwayatkan dari sebagian sahabat Nabi saw bahwa Nabi saw melihat seorang laki-laki sedang shalat, sementara di punggung kakinya terdapat bagian yang tidak tersentuh air seluas koin dirham, maka Nabi saw memerintahkannya mengulang wudhu dan shalat. Imam Ahmad berkata tentang hadits ini sanadnya jayyid (bagus).

Imam asy-Syafi'i berkata, dalam ayat wudhu yang diperintahkan adalah membasuh atau mengusap, tidak ada keterangan harus berkesinambungan.

Imam Malik mengambil jalan tengah, boleh tidak berkesinambungan jika beralasan, jika tidak maka tidak.
Pendapat pertama rajih dari segi dalil. Wallahu a'lam.

Apakah Menyentuh Kelamin Membatalkan Wudhu ?

Menyentuh kelamin, menurut Imam yang tiga selain Abu Hanifah membatalkan wudhu, berdasarkan hadits Busrah binti Shafwan bahwa Nabi saw bersabda,

مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّــأْ
“Barangsiapa menyentuh kelaminnya maka hendaknya dia berwudhu.” (HR. Ashab as-Sunan, at-Tirmidzi berkata, “Hasan shahih.” Dishahihkan oleh Ahmad).

Imam Abu Hanifah berpendapat tidak membatalkan, berdasarkan kepada hadits Thalq bin Ali bahwa Nabi saw ditanya tentang seorang laki-laki yang menyentuh kelaminnya dalam shalat, beliau menjawab, ”Bukankah ia adalah bagian dari tubuhmu.”
  (HR. Ashab as-Sunan).

Yang pertama rajih karena jumlah ulama hadits yang menshahihkannya lebih banyak, di samping ia membawa hukum keluar dari asalnya yaitu tidak membatalkan kepada membatalkan, maka di sini terdapat tambahan ilmu, oleh karenanya ia patut didahulukan. Wallahu a'lam.

Tidur yang membatalkan wudhu

Menurut Imam Abu Hanifah, tidur yang membatalkan adalah tidur dengan posisi tidur pada umumnya, tergeletak, miring dan tengkurap, sementara tidur yang tidak membatalkan adalah tidur dengan salah satu posisi dalam shalat seperti ruku’, sujud dan lainya.

Menurut Imam Malik dan Ahmad, tidur yang membatalkan adalah tidur yang berat atau lama, sementara yang tidak adalah yang ringan atau sebentar.

Menurut Imam asy-Syafi'i, tidur yang tidak membatalkan adalah tidur dengan posisi duduk mantap di tanah, selainnya membatalkan.

Pendapat pertama berdalil kepada hadits Ibnu Abbas bahwa Nabi saw bersabda, “Wudhu wajib atas orang yang tidur dengan posisi tidur, karena dengan posisi itu persendiannya mengendur.” (HR. Abu Dawud dan dia berkata, “Hadits mungkar.” Hadits ini didhaifkan oleh Imam al-Bukhari dan Ahmad).

Pendapat kedua berdalil kepada hadits Anas bin Malik berkata, “Para sahabat Rasulullah saw menunggu Isya`, mereka tidur kemudian shalat tanpa berwudhu.” (HR. Muslim).

Dalam riwayat Abu Dawud, “Para sahabat Rasulullah saw pada masa beliau menunggu Isya` sehingga kepala mereka tertunduk kemudian mereka shalat dan tidak berwudhu.”

Pendapat kedua ini berkata, tidur para sahabat tersebut adalah tidur yang sedikit, atau tidur ringan, tidak berat.

Pendapat ketiga berdalil kepada dalil pendapat kedua, kata pendapat ketiga, tidur mereka adalah tidur dengan duduk yang mantap.

Pendapat pertama lemah karena hadits yang mendukungnya dhaif, sementara pendapat kedua mengundang pertanyaan, dari mana orang yang tidur dengan duduk mengetahui kalau duduknya mantap sementara dia sendiri tidur? Sebab sudah dimaklumi bahwa orang yang tidur tidak mengetahui dirinya, jadi yang rajih adalah pendapat kedua karena pada dasarnya tidur bukan merupakan hadats, ia hanya keadaan di mana hadats mungkin terjadi sementara pelakunya tidak mengetahui karena dia tidur, dari sisi ini maka jika tidurnya ringan, di mana kalau ada sesuatu yang keluar dari dirinya dia mengetahui, maka wudhunya batal, dan jika sebaliknya, tidurnya berat atau tidur dalam arti sebenarnya maka wudhunya batal. Wallahu a'lam.

MANDI

Segala puji bagi Allah swt yang telah mensyariatkan mandi dalam kondisi di mana seorang muslim sangat memerlukannya, tanpa mandi seorang muslim akan selalu marasa malas dan lemas, dengan mandi kesegaran dan semangat pulih kembali.



Kapan seorang muslim harus mandi?

1
- Setelah melakukan hubungan suami istri, walaupun tidak mengeluarkan.

Firman Allah,

.وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُ‌وا.

Dan jika kamu junub maka mandilah.” (Al-Maidah: 6).

Imam asy-Syafi'i berkata, “Dalam bahasa Arab seseorang dianggap junub jika dia melakukan hubungan suami istri walaupun tidak mengeluarkan.”

Nabi saw bersabda,

إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأَرْبَعِ ثُمَّ جَهَدَهَا فَقَدْ وَجَبَ الغُسْلُ. متفق عليه، وَزَادَ مُسْلِم وَإِنْ لَمْ يُنْزِلْ .

Jika suami duduk di antara empat cabangnya kemudian dia menggerakkannya maka telah wajib mandi.” (Muttafaq alaihi). Muslim menambahkan, Walaupun tidak mengeluarkan.

2- Setelah mengeluarkan air mani, bisa melalui mimpi atau persentuhan kulit dengan istri atau karena sebab-sebab yang lain.

Dari Ummu Salamah bahwa Ummu Sulaim istri Abu Thalhah berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dari kebenaran, apakah wanita wajib mandi jika dia bermimpi?” Nabi saw menjawab, “Ya, jika dia mendapatkan air.” (Muttafaq alaihi).
Muslim menambahkan, Ummu Salamah berkata, “Mungkinkah itu?” Rasulullah saw menjawab, “Kalau tidak maka dari mana kemiripan?”


3- Setelah haid dan nifas

Firman Allah, “Dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci, apabila mereka telah bersuci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
(Al-Baqarah: 222).

Nabi saw bersabda kepada Fatimah binti Abu Hubaisy,

إِذَا أَقْبَلَتْ الحَيْضَةُ فَدَعِى الصَّلاَةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْتَسِلِى وَصَلىِّ
Jika haidmu datang maka tinggalkanlah shalat, jika ia berlalu maka mandilah dan shalatlah.(HR. al-Bukhari dan Muslim).

Pantangan orang junub
1- Shalat.
2- Thawaf.
3- Menyentuh mushaf dan membawanya, ini bukan kesepakatan.
4- Membaca al-Qur`an, Ali bin Abu Thalib berkata,
     “Rasulullah saw membacakan al-Qur`an kepada kami selama beliau tidak junub.”

     (HR. Ashab as-Sunan dan Ahmad, dishahihkan oleh at-Tirmidzi)
. Ini bukan kesepakatan.
5- Berdiam di masjid.
    Firman Allah,
.
  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَ‌بُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَ‌ىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِ‌ي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا
   “
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi (An-Nisa`: 43).

Tata cara mandi

Aisyah berkata, “Apabila Rasulullah saw mandi junub, beliau memulai dengan membasuh kedua tangannya, kemudian beliau menuangkan dengan tangan kanannya ke tangan kirinya lalu beliau membasuh kelaminnya, kemudian beliau berwudhu, kemudian beliau mengambil air lalu memasukkan jari-jarinya ke dasar rambut, kemudian beliau menuangkan air ke kepala tiga kali, kemudian beliau mengguyurkan air ke seluruh tubuh, kemudian beliau membasuh kedua kakinya.” (Muttafaq alaihi).

Dari hadits ini kita mengetahui mandi Rasulullah saw.
1- Membasuh kedua tangan, karena keduanya merupakan alat.
2- Membersihkan kelamin dengan tangan kiri.
3- Berwudhu sempurna, atau berwudhu kecuali membasuh kedua kaki, yang terakhir ini bisa diakhirkan, berdasarkan hadits Maemunah tentang mandi Nabi saw yang menyebutkan wudhu kecuali membasuh kedua kaki, lalu dia berkata, “Kemudian beliau menyingkir dari tempatnya lalu membasuh kedua kakinya.”
4- Meratakan air ke kulit kepala.
5- Mengguyur kepala dengan air tiga kali.
6- Meratakan air ke seluruh tubuh.
Mandi ini berlaku untuk laki-laki dan wanita, kecuali wanita selesai haid atau nifas, disunnahkan baginya setelah mandi mengambil kapas yang dibasahi dengan wewangian untuk membersihkan noda-noda darah.
Rasulullah saw bersabda kepada Asma` binti Yazid, “…Kemudian mengambil kapas yang ditetesi minyak wangi dan membersihkan diri dengannya.” Dia berkata, “Bagaimana membersihkan diri dengannya?” Nabi saw bersabda, Subhanallah, bersihkanlah dirimu dengannya. Aisyah berkata, sepertinya dia tidak mengerti, maka aku berbisik kepadanya, “Bersihkanlah bekas-bekas darah” (HR. al-Bukhari dan Muslim).