TEMPOR CYBER™  mengucapkan . . . MARHABAN YAA RAMADHON 1437 H

WELCOME TO TEMPOR CYBER™...

Tempor Cyber™ adalah situs informasi yang menyajikan berita-berita terkini,baik berita daerah,berita dalam negeri maupun berita luar negeri juga menyampaikan segudang berita gosip, dunia intertainment, tips trik komputer, dan lain sebagainya yang tentunya semata-mata untuk memanjakan anda sebagai pembaca.

BLACKBERRY MERAIH SUKSES DI INDONESIA

Kemampuan Playbook cukup hebat, wajar karena ia dipersiapkan untuk menjadi lawan bagi iPad 2. Menggunakan layar sentuh kapasitif, LCD 7 inch WSVGA yang memiliki resolusi 1024 x 600. Perangkat ini didukung penuh multi touch dan gesture.

Galaxy SII Ditarget Teruskan Kejayaan Galaxy S

Galaxy S II menggunakan sistem operasi Android 2.3 alias Gingerbread. Disertai prosesor 1,2 GHz dual core dan RAM 1 GB yang membuat performanya makin mulus. Selain itu masih ditambahi interface andalan Samsung yaitu TouchWiz versi 4.0, diharapkan memudahkan pengguna dalam mengoptimalkan Android 2.3 Gingerbread.

KAPOLDA JATENG KEDEPANKAN PENCEGAHAN,REDAM AKSI ANARKIS MASSA

Peragaan Sispamkota ini melibatkan 933 personil, baik dari unsur TNI/Polri maupun Satpol PP. Selain penanganan unjuk rasa, dalam kesempatan itu juga diperagakan simulasi penanganan teror bom.

LASKAR PELANGI MEMBEDAH DUNIA PENDIDIKAN

Menceritakan tentang persahabatan dan setia kawanan yang erat dan juga mencakup pentingnya pendidikan yang begitu mendalam. Serta kisahnya yang mengharukan.

IPAD-3 BAKAL PAKAI LAYAR RETINA DISPLAY??

iPhone generasi pertama hingga Apple 3GS memakai resolusi HVGA 320 x 480 pixel yang kemudian ditingkatkan 2 kalinya pada iPhone 4 menjadi 960 x 640 pixel. Sementara, pada iPad 3, tidak heran resolusinya yang saat ini sebesar 1024 x 768 juga telah dinaikkan menjadi dua kali yaitu 2048 x 1536 pixel

ARTI PERSAHABATAN SEBENARNYA

Satukan dua tangan yang lain menjadi satu genggaman yang kukuh bersama tuk meringankan beban antara satu dengan yang lain

ALON - ALON SIMPANG LIMA PATI-JATENG

Alon-alon Simpang Lima Pati nampak tenang pada siang hari,sungguh jauh berbeda kenyataannya kala malam hari yang penuh sesak dikunjungi para pedagang dan warga Pati tentunya.

PENYAMBUTAN PENGHARGAAN ADIPURA

Kabupaten Pati memperoleh perhargaan ADIPURA ini untuk kesekian kalinya.Sebagai warga Pati,kami sangat bangga terhadap penghargaan ini.Maju terus Kota Kelahiranku.

PRESIDEN SOESILO BAMBANG YUDHOYONO PIMPIN UPACARA DI ISTANA NEGARA

Peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Ri berlangsung khidmat. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai inspektur upacara dalam upacara yang berlangsung di halaman Istana Merdeka.

Selasa, 26 Juli 2011

TATA CARA TAYAMUM

Termasuk perkara yang diperselisihkan di kalangan para fuqaha`, apakah tayamum dilakukan dengan memukulkan kedua telapak tangan satu atau dua kali, apakah mengusap kedua tangan cukup sampai pergelangan atau harus sampai siku? Setelah sebelumnya mereka bersepakat bahwa anggota tayamum hanya dua yaitu wajah dan tangan.

Imam Ahmad berpendapat bahwa tayamum hanya dengan memukul tanah satu kali, lalu mengusap wajah dan telapak tangan sampai pergelangan, tidak sampai siku. Imam Ahmad berkata, “Barangsiapa berkata bahwa tayamum dengan (mengusap kedua tangan) sampai siku maka ia adalah sesuatu yang dia tambahkan dari dirinya.”

Imam yang tiga selain Ahmad berpendapat bahwa tayamum dengan memukul tanah dua kali, yang pertama untuk wajah dan yang kedua untuk kedua tangan sampai siku.

Dalil-dalil Imam Ahmad

Firman Allah,

.أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ.
Lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih), sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.(Al-Maidah: 6).

Ayat ini tidak menjelaskan berapa kali orang yang bertayamum menepukkan tangannya ke tanah atau debu, zhahirnya cukup dengan satu kali. Di samping itu ayat ini berkata, “Dan tanganmu.” Kata “tangan” secara mutlak hanya berlaku untuk telapak, sampai pergelangan saja.

Sabda Nabi saw kepada Ammar bin Yasir,

إِنََمَا كَانَ يَكـْفِيْكَ أَنْ تَضْرِبَ بِيَدَيْكَ الأَرْضَ ضَرْبَةً وَاحِدَةً ثُمَّ تَمْسَحَ بِهِمَا وَجْهَكَ وَكَفَّيْكَ .
“Semestinya cukup bagimu memukul tanah dengan kedua tanganmu satu kali kemudian kamu mengusap dengan keduanya wajah dan kedua telapak tanganmu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Hadits ini secara jelas bahwa tayamum yang diajarkan oleh Nabi saw kepada Ammar adalah dengan memukul tanah satu kali dan tangan yang diusap adalah kedua telapak tangan, sampai pergelangan bukan sampai siku.

Dalil-dalil Imam yang tiga

Firman Allah “Lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih), sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.” (Al-Maidah: 6).

Pengambilan dalil darinya, Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ berkata, asy-Syafi'i berkata, “Allah Ta’ala mewajibkan menyucikan empat anggota dalam wudhu di awal ayat, lalu Allah menggugurkan darinya dua anggota dalam ayat di akhir ayat, maka yang tersisa adalah dua anggota dalam tayamum sebagaimana ia dalam wudhu, karena jika keduanya berbeda niscaya Allah akan menjelaskannya, dan kaum muslimin telah bersepakat bahwa wajah diusap seluruhnya dalam tayamum, begitu pula kedua tangan.”

Imam an-Nawawi berkata, al-Baihaqi berkata dalam kitabnya Ma’rifah as-Sunan wa al-Atsar, asy-Syafi'i berkata, “Yang menghalangi kami mengambil riwayat Ammar tentang wajah dan dua telapak tangan adalah shahihnya hadits dari Rasulullah saw bahwa beliau mengusap wajah dan kedua sikunya, bahwa hal ini lebih mirip kepada al-Qur`an dan kias, dan bahwa pengganti adalah seperti apa yang digantikannya.”

Yang dimaksud hadits shahih yang disinggung dalam ucapan asy-Syafi'i disebutkan oleh al-Baihaqi dari hadits Jabir, al-Baihaqi menyatakannya hasan dengan syahid-syahidnnya, dari Nabi saw, “Tayamum satu kali pukulan untuk wajah dan satu kali pukulan untuk kedua tangan sampai siku.”

Pendapat ini juga berdalil kepada sabda Nabi saw,

التَيَمُّمُ ضَرْبَتَان ، ضَرْبَةٌ لِلْوَجْهِ ، وَضَرْبَةٌ لِلْيَدَيْنِ إِلىَ المِرْفَقَيْنِ .
“Tayamum dua kali pukulan, satu untuk wajah dan satu untuk kedua tangan sampai kedua siku.” (HR. ad-Daruquthni dari Ibnu Umar).

Tarjih

Pendapat Imam Ahmad adalah pendapat yang rajih dalam perkara ini, karena

Pertama: Lebih dekat kepada pemahaman ayat, karena kata Yad dan jamaknya adalah Aidy yang berarti tangan hanya mencakup telapak tangan saja tidak sampai siku.

Kedua: Tangan dalam tayamum tidak bisa dikiaskan dengan tangan dalam wudhu karena perbedaan kewajiban di antara keduanya, dalam wudhu ia dibasuh sementara dalam tayamum ia diusap.

Ketiga: Hadits Ammar adalah hadits Muttafaq alaihi, tingkat keshahihannya tertinggi, ia patut dikedepankan dalam perkara tarjih, ini dengan asumsi bahwa hadits dua kali pukulan sampai siku shahih, tetap ia harus minggir di depan hadits Ammar.

Keempat: Hadits dua kali pukulan sampai siku tidak luput dari sisi dha’f (lemah), Ibnu Abdul Bar berkata, “Atsar-atsar yang marfu’ adalah satu kali pukulan dan apa yang diriwayatkan bahwa ia dua kali pukulan maka semuanya mudhtharib (goncang).” Ibnul Qayyim berkata, “Tidak ada yang shahih dalam dua kali pukulan.” Al-Albani berkata, “Dalam dua pukulan terdapat hadits-hadits yang sangat lemah dan berillat.”

Faidah: Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ berkata, “Imam Abu Tsaur –salah satu orang dekat Imam asy-Syafi'i- menukil qaul qadim (pendapat lama) dari asy-Syafi'i sesuai dengan pendapat Imam Ahmad, walaupun menurut kawan-kawan kami ia marjuh (lemah), akan tetapi ia kuat dari segi dalil dan lebih dekat kepada zhahir sunnah yang shahih.”

Hafizh Ibnu Hajar yang bermadzhab Syafi’i berkata dalam Bulughul Maram,Para imam hadits menshahihkan hadits Ibnu Umar sebagai hadits mauquf.” (Izzudin Karimi).

MENGUSAP KHUFFAIN

Mengusap khuffain berkaitan dengan ibadah wudhu, karena ia terkait dengan salah satu anggotanya yaitu kaki. Mengusap berarti membasahi telapak tangan dengan air lalu menjalankannya pada anggota yang diusap. Khuffain adalah sesuatu yang dipakai di kaki seperti sepatu, kaos kaki dan yang sepertinya yang biasa dipakai di kaki. Mengusap khuffain disyariatkan sebagai bentuk rukhshah atau keringanan bagi kaum muslimin dari kesulitan melepas dan memakai khuffain pada setiap kali wudhu.

Dibolehkannya mengusap khuffain merupakan kesepakatan di antara ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan berpijak kepada dalil-dalil yang shahih, di antaranya adalah hadits Jarir bin Abdullah al-Bajali berkata, “Aku melihat Rasulullah saw kencing kemudian berwudhu dan mengusap khuffain.” Ibrahim berkata, “Mereka (para ulama) menyukai ini karena Islamnya Jarir setelah turunnya al-Maidah.” (Muttafaq alaihi). Maksudnya, karena Islamnya Jarir setelah al-Maidah maka tidak mungkin ayat wudhu dalam surat al-Maidah menasakh hukum dibolehkannya mengusap khuffain, sebab dalam ayat tersebut Allah mewajibkan membasuh kedua kaki.

Imam Ahmad dalam al-Musnad 4/363 berkata, “Ada tiga puluh tujuh sahabat yang meriwayatkan mengusap khuffain dari Nabi saw.” Sebagian ulama memasukkan hadits-hadits tentang mengusap khuffain ke dalam deretan hadits-hadits mutawatir.

Ketentuan-ketentuan yang perlu diperhatikan dalam mengusap khuffain
1- Cara mengusap, membasahi telapak tangan dengan air lalu mengusap bagian atas khuffain dari ujung jari kaki ke arah betis.

2- Mengusap dilakukan setelah bersuci dengan sempurna, yakni seseorang yang ingin mengusap khuffain harus bersih dulu dari hadats kecil dan besar, lalu dia memakai khuffain, setelah itu jika dia berhadats maka dia bisa mengusap khuffain.

Al-Mughirah bin Syu’bah berkata, “Aku bersama Rasulullah saw dalam suatu perjalanan, beliau berwudhu, maka aku menunduk untuk melepas khufnya, beliau bersabda, Biarkan keduanya, karena aku memasukkan keduanya dalam keadaan suci.” Lalu beliau mengusap keduanya.(Muttafaq alaihi).

3- Mengusap hanya dilakukan dari hadats kecil, jika terjadi hadats besar maka yang bersangkutan melepas khuffain dan mandi, tidak boleh mengusap.

Shafwan bin Assal al-Muradi berkata, “Rasulullah saw memerintahkan kami agar tidak melepas khuffain jika kami sedang dalam perjalanan selama tiga hari tiga malam, kecuali dari junub, akan tetapi dari buang hajat, kencing dan tidur.” (HR. at-Tirmidzi dan an-Nasa`i).

4- Dalam kondisi mukim boleh mengusap satu hari satu malam dan dalam kondisi musafir boleh mengusap tiga hari tiga malam, dalilnya adalah hadits Shafwan di atas. Dari Ali berkata, “Rasulullah saw meletakkan satu hari satu malam bagi mukim dan tiga hari tiga malam bagi musafir.” (HR. Muslim).

Jika mukim satu hari dan musafir tiga hari, maka kapan batas waktu ini dimulai? Terdapat dua pendapat, ada yang berkata, dimulai dari waktu hadats setelah memakai dan ada yang berkata, dimulai dari waktu mengusap setelah hadats. Dan tidak ada yang berkata, dimulai dari waktu memakai.

Misalnya, seorang laki-laki berwudhu untuk shalat Shubuh hari Jum’at dan dia memakai khuffain, dia tetap suci sampai jam sembilan pagi, lalu dia hadats tetapi tidak langsung berwudhu, dia baru berwudhu pada jam dua belas siang, maka menurut pendapat pertama waktu mengusap dimulai dari jam sembilan karena ia adalah waktu hadats setelah memakai, kalau dia mukim maka dia bisa mengusap sampai jam sembilan hari Sabtu, kalau dia musafir maka dia mengusap sampai jam sembilan hari Senin. Kalau menurut pendapat kedua maka waktu dimulai dari mengusap setelah hadats, yakni jam dua belas siang, jika dia mukim maka dia mengusap sampai jam dua belas siang hari Sabtu.

Yang rajih adalah pendapat kedua, Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ 1/487 memilihnya, karena pembatasan waktu satu hari bagi mukim dan tiga hari bagi musafir terkait dengan mengusap dan yang dimaksud dengan mengusap adalah perbuatannya, yakni kapan dia memulai mengusap. Wallahu a'lam.

5- Jika yang bersangkutan mengalami hadats besar maka dia harus melepas khuffain dan mandi besar, dan jika dia melepas khuffain atau masa berlakunya telah habis maka dia berwudhu karena thaharah yang berkait dengan kedua kaki batal dengan dilepasnya khuffain atau dengan habisnya masa berlaku.

Pertanyaan, apakah yang utama mengusap khuffain atau tidak mengusap ataukah keduanya sama?

Imam Ibnu Taimiyah berkata dalam al-Ikhtiyarat hal. 13, “Yang afdhal bagi setiap orang adalah menurut kondisi kakinya, orang yang memakai khuffain mengusap khuffain dan tidak melapasnya untuk meneladani Nabi saw dan para sahabat, sementara orang yang kakinya terbuka membasuh keduanya dan tidak perlu memaksakan diri untuk memakai khuffain agar bisa mengusap, Nabi saw sendiri membasuh kedua kainya jika kedua kakinya terbuka dan mengusap jika memakai khuffain.” Hal senada dikatakan oleh Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad 1/199. (Izzudin Karimi).

Mengusap Pembalut Luka

Dalam hidup seseorang terkadang mengalami musibah atau kecelakaan yang menyebabkan luka atau patah, sehingga ahli medis membungkus luka atau patah tersebut dengan pembalut khusus untuk menjaga dan membantu kesembuhannya. Luka dan patah tersebut bisa terjadi pada anggota-anggota tubuh yang berkaitan dengan thaharah, sementara seorang muslim tetap harus shalat yang menuntutu thaharah, jika pembalut luka tersebut harus dilepas maka hal itu akan sangat menyulitkan, jika dibasuh maka akan membahayakan, lalu apa yang dilakukan?

Inilah yang dimaksud dengan mengusap pembalut luka, jadi yang bersangkutan tetap bersuci; berwudhu atau mandi sesuai dengan kondisinya, anggota tubuh yang terbungkus tidak perlu dibasuh, cukup diusap, caranya dengan membasahi telapak tangan tidak sampai menetes dan mengusapkannya secara merata pada pembalut tersebut.

Syariat mengusap pembalut ini sejalan dengan prinsip kemudahan yang diletakkan oleh Islam, di mana jika ada kesulitan niscaya ada kemudahan, jika kondisi menyempit maka hukumnya meluas.

Firman Allah,

.
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَ‌جٍ.
Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.

(Al-Hajj: 78)
.

Firman Allah,

.
يُرِ‌يدُ اللَّـهُ بِكُمُ الْيُسْرَ‌ وَلَا يُرِ‌يدُ بِكُمُ الْعُسْرَ‌ .
Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu.”

(Al-Baqarah: 185).

Dan masih banyak lagi ayat-ayat senada.
Mengenai mengusap pembalut luka ini terdapat hadits, Ali berkata, “Salah satu pergelangan tanganku patah, maka Rasulullah saw memerintahkanku agar mengusap pembalut.”
(HR. Ibnu Majah dan Al-Baihaqi)
.

Hadits ini dhaif, Imam an-Nawawi di dalam al-Majmu’ 2/324 berkata, “Mereka bersepakat ia dhaif, karena ia dari riwayat Amru bin Khalid al-Wasithi, para huffazh menyepakati bahwa ia dhaif. Imam Ahmad, Ibnu Ma’in dan lainnya berkata, ‘ Pendusta besar.”

Ada pula hadits Jabir -hadits ini juga tidak kuat- yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan al-Baihaqi tentang seorang laki-laki yang mengalami luka di kepalanya, dia mandi lalu mati, Nabi saw bersabda, Semestinya cukup baginya bertayamum dan membalut kepalanya dengan kain kemudian dia memngusapnya dan membasuh tubuhnya yang lain.” Ibnu Hajar di dalam Bulugh al-Maram berkata, “Terdapat padanya kelemahan.” Hal yang sama dikatakan oleh an-Nawawi di dalam al-Majmu’, penulis Taudhih al-Ahkam berkata, “Diriwayatkan secara sendiri oleh Zubair bin Khuraiq, ad-Daraquthni berkata, ‘Tidak kuat.”

Kedua hadits ini bisa saling menguatkan dengan asumsi tidak bisa, maka dalil-dalil umum dari ayat-ayat al-Qur`an tentang prinsip kemudahan di dalam syariat menetapkan diizinkannya mengusap pembalut luka atau patah.

Ketentuan-ketentuan yang patut diperhatikan
1- Mengusap pembalut dilakukan dalam keadaan hadats besar dan kecil, yakni dalam wudhu dan mandi.
2- Mengusap pembalut tidak berbatas waktu, waktunya sampai sembuh atau pembalut tersebut dilepas.
3- Pembalut tidak harus dipasang pada saat yang bersangkutan suci, dalam keadaan hadats pun ia tetap bisa dipasang.
4- Pembalut dipasang secukupnya tidak melebihi hajat kebutuhan, jika misalnya cukup dua senti maka cukup dua senti tidak lebih, karena pembalut ini termasuk dharurat dan dharurat diambil sekedarnya.

Sunnah-Sunnah Fitrah

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi saw bersabda,
Fitrah ada lima atau lima perkara termasuk sunnah-sunnah fitrah; khitan, mencukur bulu kelamin, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur kumis.”
(Mukhtashar shahih Muslim, tahqiq Syaikh al-Albani, nomor 181).

Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah berkata, Rasulullah saw bersabda, “Sepuluh perkara termasuk fitrah; mencukur kumis, membiarkan jenggot, siwak, membersihkan hidung dengan air, memotong kuku, membasuh sendi-sendi jari tangan, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kelamin dan intiqashul ma`.”
Zakariya berkata, Mush’ab berkata, “Aku lupa yang kesepuluh, mungkin ia adalah berkumur.” Qutaibah menambahkan, Waki’ berkata, “Intiqashul ma` yakni istinja`.

Pertama, memotong kuku
Memotong kuku disepakati oleh para ulama bahwa ia sunnah, tidak berbeda antara laki-laki dengan wanita, kuku tangan dan kaki, dianjurkan memulai dengan tangan kanan kemudian tangan kiri, kemudian kaki kanan kemudian kaki kiri. Untuk kaki, memulai dengan jari kelingking kaki kanan, lalu bergeser secara berurutan sampai jari kelingking kaki kiri.

Mengenai waktu, maka yang diperhatikan adalah panjangnya kuku, jika ia telah panjang maka ia dipotong, hal ini juga berlaku pada mencukur kumis, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kelamin.

Imam Muslim meriwayatkan dari Anas bin Malik berkata, “Kami diberi waktu dalam mencukur kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kelamin, hendaknya kami tidak membiarkannya lebih dari empat puluh malam

Imam an-Nawawi di dalam al-Majmu’ berkata, “Ucapannya ‘Kami diberi waktu’ adalah seperti ucapan seorang sahabat, ‘Kami diperintahkan begini dan dilarang begini’, hukumnya adalah marfu’, seperti ucapannya, ‘Rasulullah saw bersabda kepada kami’, ini adalah pendapat yang shahih yang dipegang oleh jumhur ahli hadits, fikih dan ushul.”

Kemudian Imam an-Nawawi menjelaskan makna hadits Anas di atas, beliau berkata, “Makna hadits, bahwa mereka tidak menunda pelaksanaan perkara-perkara ini dari waktunya, kalaupun mereka menunda, maka mereka tidak menundanya lebih dari empat puluh hari, hadits ini bukan berarti memberi izin membiarkannya selama empat puluh hari secara mutlak, Imam asy-Syafi'i dan kawan-kawan telah menyatakan bahwa memotong kuku dan mencukur bulu-bulu ini dianjurkan setiap Jum’at. Wallahu a'lam.”

Membiarkan kuku panjang tidak dipotong berarti membiarkan bibit-bibit penyakit bersemayam di bawahnya, karena seperti kita ketahui bahwa tangan dan kaki di mana kuku berada padanya adalah anggota yang paling rentan dengan kotoran karena ia adalah anggota yang paling sering digunakan dalam aktifitas sehari-hari. Perkara ini diakui oleh ilmu kesehatan yang mengajak kepada kebersihan yang merupakan pangkal dari kesehatan, ini sekaligus menunjukkan bahwa Islam telah menyerukan kepada umatnya dasar-dasar kebersihan jauh sebelum ilmu kesehatan modern.

Di samping itu membiarkan kuku panjang tidak terpotong berarti menyerupai binatang buas yang berkuku tajam, manusia sebagai makhluk mulia tentu tidak layak jika dia menyerupai hewan, walaupun hanya dalam satu sisi, sebab itu menodai kemanusiaannya dan menurunkan derajatnya ke level yang lebih rendah, bahkan bisa penulis katakan lebih rendah, karena saat ini kita menyaksikan bahwa sebagian binatang buas seperti anjing dan kucing dipotong kukunya, jika manusia tidak memotong bukankah ini berarti dia lebih rendah dripada anjing dan kucing?

Kedua, mencukur kumis
Perkara ini juga termasuk sunnah dengan kesepakatan, dalilnya adalah dua hadits di atas, ditambah dengan hadits Zaid bin Arqam yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa tidak mengambil dari kumisnya maka dia bukan dari kami.” At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih.”

Patokan mencukur kumis, madzhab asy-Syafi'i berkata, mencukurnya sehingga nampak tepi bibirnya dan tidak mencukurnya habis. Imam Ahmad berkata, mencukurnya tidak mengapa, memotongnya pendek juga tidak mengapa.

Masing-masing pendapat ini berpegang kepada dalil yang shahih, madzhab asy-Syafi'i misalnya, mereka berpegang kepada hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, dia berkata,
Nabi saw mengambil atau memendekkan kumisnya, beliau bersabda, ‘Ibrahim khalil ar-Rahman melakukannya’.” at-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan.” Sementara Imam Ahmad berdalil kepada hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw bersabda,
Cukurlah kumis dan biarkanlah jenggot.

Imam Malik menyatakan bahwa mencukur kumis yang dilakukan oleh sebagian orang adalah makruh, Imam Malik berkata, yang melakukan itu layak didera, karena hadits Rasulullah saw tidak demikian maksudnya, akan tetapi hanya menampakkan tepi bibir dan mulut, Imam Malik juga berkata bahwa mencukur kumis sampai habis adalah bid’ah yang nampak pada manusia.

Penulis berkata, adapun bid’ah maka tidak, karena izin mencukur bersifat mutlak, berarti bisa mencukur habis, mungkin –wallahu a'lam- Imam Malik berkata demikian dalam rangka menutup pintu kepada perkara yang lebih besar yaitu mencukur jenggot, yakni mencukur kumis bisa merambat kepada mencukur jenggot yang dilarang. Jadi, mencukur kumis ini bisa dilakukan sesuai dengan madzhab asy-Syafi'i, bisa pula dilakukan sesuai dengan pendapat Ahmad.

Dianjurkan dalam mencukur kumis memulai dengan sisi kanan, karena Nabi saw menyukai memulai dengan yang kanan dalam segala perkara yang baik, waktunya sama dengan memotong kuku, bisa dilakukan sendiri atau dengan bantuan orang lain.

Ini, dan mencukur kumis berarti kebersihan mulut yang merupakan jalan makan, bayangkan jika kumis dibiarkan tidak ditata atau tidak diambil sebagian, maka minuman atau makanan yang masuk akan tersentuh olehnya dan belum tentu ia bersih, di samping itu mencukur atau mengambil sebagian dari kumis mengisyaratkan kesopanan kelembutan dan kerendahan diri tanpa mengurangi kejantanan, hal ini sebagaimana kita lihat pada sebagian orang, bahwa mereka biasanya memelihara kumis tebal untuk gagah-gagahan, petentang-petenteng dan kesombongan yang dilarang di dalam Islam. Wallahu a'lam.

Ketiga, mencuci sendi-sendi jari
Perkara ini termasuk perkara yang dianjurkan secara tersendiri, tidak berkait dengan wudhu, hikmahnya sangat jelas, yaitu kebersihan tangan secara umum yang merupakan anggota yang banyak beresiko terkena kotoran, ditekankannya sendi di sini karena biasanya kotoran lebih melekat padanya. Wallahu a'lam.

Keempat, mencabut bulu ketiak
Mencabut bulu ini disunnahkan dengan kesepakatan, waktunya sama dengan memotong kuku, sendainya seseorang mencukurnya maka tidak masalah, atau merontokkannya dengan perontok bulu juga tidak masalah, walaupun yang lebih utama adalah mencabutnya, karena mencabut tercantum di dalam hadits.

Hikmah dari mencabut bulu adalah kebersihan dan menjaga bau badan, sebab ketiak adalah tempat berkumpulnya keringat, keberadaan rambut di sana membantu daerah ini menjadi semakin lembab dan memicu bau badan yang khas, jika yang berangkutan hadir di shalat jamaah niscaya dia bisa menganggu tetangganya. Dianjurkan mencabut dengan memulai dari ketiak kanan.

Kelima, mencukur bulu kelamin
Perkara ini juga termasuk perkara yang disunnahkan bahkan diwajibkan jika suami meminta istri, karena hal tersebut dalam bingkai ketaatan kepada suami dan demi membahagiakan suami.

Sunnahnya adalah mencukurnya sebagaimana hal tersebut dinyatakan secara jelas di dalam hadits, seandainya dia mencabutinya atau memendekkannya atau menghilangkannya dengan perontok bulu maka tidak masalah, tetapi yang lebih utama adalah mencukurnya.

Mencukur bulu ini dilakukan sendiri, haram menyuruh orang lain, karena larangan melihat kepada aurat orang lain walaupun sesama jenis, kecuali istri kepada suami dan sebaliknya, di mana masing-masing dari keduanya dibolehkan melihat dan menyentuh aurat pasangannya yang sah.
Mengenai waktunya, sama dengan memotong kuku, jika dia menundanya maka tidak lebih dari empat puluh hari.

Imam an-Nawawi di dalam al-Majmu’ berkata, “Dianjurkan mengubur kuku dan bulu-bulu yang diambil ini di dalam tanah, hal itu dinukil dari Ibnu Umar.”

Keenam, membiarkan jenggot
I’fa` al-lihyah termasuk sunnah-sunnah fitrah, i’fa` berarti membiarkannya tanpa dicukur, hal ini merupakan perintah Rasulullah saw seperti di dalam hadits Ibnu Umar dalam makalah sebelumnya.

Imam an-Nawawi di dalam al-Majmu’ berkata, “Yang shahih makruh mengambil sebagian dari lihyah(jenggot) secara mutlak, tetapi membiarkannya seperti ia berdasarkan hadits shahih, ‘Biarkanlah jenggot’.”

Syubhat
Sebagian orang yang tidak menyukai sunnah fitrah ini berkata, bukankah Nabi saw memerintahkan membiarkan jenggot untuk menyelisihi orang-orang musyrikin atau kafirin, sekarang persoalannya sebagian dari orang-orang musyrikin dan kafirin itu justru malah berjenggot, kalau kita juga berjenggot maka kita malah sama dengan mereka, kita tidak menyelisihi mereka, oleh karena itu untuk menyelisihi mereka maka kita harus memangkasnya.

Jawaban dari syubhat ini
Nabi saw memerintahkan kepada kebaikan, tidak ada satu kebaikan yang tertinggal sehingga tidak beliau perintahkan, kebaikan perintah beliau ini diketahui oleh banyak kalangan tidak terkecuali orang-orang musyrikin, mereka mengetahui kebaikan yang ada di balik memelihara jenggot, maka mereka melakukannya, sebagaimana mereka tahu kebaikan yang tersimpan di balik perintah bersuci, bersiwak, berkhitan dan sebagainya, maka mereka melakukan semua ini, walaupun tidak dalam rangka ittiba’(mengikuti) Rasulullah saw, kalau logika keblinger di atas kita terapkan, di mana kita melihat orang-orang musyrikin membersihkan diri, menggosok gigi, berkhitan dan sebagainya, maka dengan alasan menyelisihi mereka kita tidak perlu melakukan semua itu, tidak ada thaharah, tidak ada bersiwak, tidak ada berkhitan dan sebagainya. Bagaiamana Anda setuju? Katanya, demi menyelisihi orang-orang musyrikin dan kafirin.

Demi menyelisihi orang-orang musyrik, kita tidak perlu berdisiplin waktu, karena mereka berdisplin waktu, kita tidak perlu hidup bekeluarga dengan baik karena orang-orang musyrikin mulai menyadari kebaikan yang terkandung di dalam kehidupan berkeluarga sehingga mereka sekarang mengajak kepada hidup berkeluarga, kita tidak perlu menjauhi perkara-perkara yang berbahaya karena orang-orang musyrikin melakukan itu, dan seterusnya.

Lihatlah wahai saudara, apa akibat dari sikap menggeneralisasikan perkara yang tidak pada tempatnya, sikap gebyah-uyah yang salah kaprah, akibatnya kita harus membuang dan meninggalkan semua kebaikan yang di ajarkan oleh syariat hanya karena ia diambil dan dilakukan oleh orang-orang musyrikin, lalu dengan alasan menyelisihi kita harus meninggalkannya. Benar-benar logika jumpalitan yang keblinger.

Islam mengajak kepada semua kebaikan dan kebaikan yang diserukan oleh Islam diakui sebagai kebaikan oleh orang-orang yang berpikir jernih dan obyektif, walaupun terkadang mereka menolak masuk Islam akan tetapi mereka tetap mengakui kebaikan tuntunan-tuntunan Islam, lalu mereka melakukan sebagian dari tuntunan-tuntunan tersebut, apakah dengan mereka melakukan tuntunan-tuntunan Islam yang baik menjadikan kita justru meninggalkannya dengan alasan menyelisihi orang-orang musyrik? Lucu, agama sendiri ditendang, lalu ia di tangkap oleh mereka dan mereka yang mengambil manfaatnya.